| Kidung Kasih | Jemaat Bible |

Sunday, April 29, 2007

Kodivikasi Vs Penulisan

Telaah lain mengenai kitab-kitab yang sama, apakah Ezra adalah orang terakhir yang merumuskannya? Apakah catatan-catatan yang ada di pinggir manuskrip-manuskrip Ibrani adalah aneka ragam bacaan?


Tampak jelas dari teks-teks yang sama dengan yang kita nukil dalam fasal lalu untuk mendukung pandangan kita, bahwa pencarian penulis asli yang akan kita lakukan dalam fasal ini sangat diperlukan dalam memahami teks-teks itu. Tanpa pencarian ini, teks-teks tersebut tampak tak jelas. Sebetulnya masih banyak tema lain dari Alkitab yang layak diperhatikan, namun menyebarnya mitologi telah menghalangi masyarakat umum untuk memperhatikannya.

Adapun tema pokok dalam fasal ini adalah bahwa Ezra (yang kami anggap sebagai penulis asli, selama tidak ada orang yang menemukan penulis lain dengan dalil yang lebih kuat) ternyata bukan perumus terakhir dari riwayat­riwayat yang terkandung dalam kitab-kitab itu. Yang dia lakukan hanya mengumpulkan riwayat-riwayat yang ada pada penulis-penulis lain. Kadang-kadang hanya menyalin dan mentransmisikan kepada generasi selanjutnya seperti apa adanya, tanpa diperiksa ulang atau ditertibkan lebih dulu. Selanjutnya kami tidak bisa menduga sebab apa saja yang menghalangi dirinya untuk menyempurnakan pekerjaannya ini dengan seluruh perhatiannya (jika bukan mati muda). Tetapi, meski karangan-karangan para penutur terdahulu telah hilang, potongan-potongan yang tersisa hingga kini membuktikan hal itu dengan sangat jelas.

Misalnya kisah Hizkia yang dimulai dari ayat 17 fasal 18 dari kitab II Raja-Raja merupakan salinan dari kisah Yesaya yang dinukil dalam kitab raja-raja Yehuda. Dalam kitab Yesaya yang terkandung dalam kitab Raja­raja Yehuda itu (lihat II Tawarikh, fasal 32 satu ayat sebelum akhir) kisah ini bisa kita baca secara lengkap dengan redaksi yang ada di dalam kitab Raja-Raja, kecuali beberapa pengecualian yang sangat jarang. Tetapi, meskipun jarang, pengecualian-pengecualian itu telah menunjukkan adanya beberapa versi bacaan kisah Yesaya yang digabungkan satu sama lain. Kecuali, jika kita lebih memilih untuk bermimpi tentang adanya rahasia-rahasia dalam masalah ini. Dari sisi lain, fasal terakhir dari kitab I Raja-Raja ini juga tersebut dalam fasal terakhir dari kitab Yeremia.

Kita juga mendapatkan fasal 7 dari kitab II Samuel disebutkan lagi dalam kitab I Tawarikh (fasal 17). Meski begitu, banyak terdapat perbedaan redaksi dalam beberapa paragrapnya. Hal itu membangkitkan rasa heran dan

akhirnya memaksa kita untuk meyakini bahwa dua fasal itu dinukil dari dua versi yang berbeda dari kisah Natant.

Terakhir, kita mendapatkan silsilah keturunan rajaraja Edom seperti tersebut dalam kitab Kejadian, fasal 367) mulai dari ayat 31 disebut lagi dengan redaksi yang sama dalam kitab I Tawarikh (fasal 1) , meskipun dapat dipastikan bahwa penulis kitab ini menukil dari para penutur lain, bukan dari sandangkan kepada Ezra.

Selanjutnya, tidak diragukan lagi, jika kita masih mempunyai tulisan-tulisan para penutur itu, kita akar memecahkan masalah itu dengan mudah. Tetapi, karena tulisan-tulisan itu telah hilang, kita hanya bisa meneliti riwayat-riwayat itu sendiri dari sisi susunannya rangkaiannya, pengulangannya dengan beberapa perubahan dan perbedaannya dalam menentukan tahun. Jika hal ini telah selesai kita lakukan akan sangat mudah bagi kita untuk menilai masalah-masalah lain.

Dengan demikian, marilah kita memeriksa riwayat riwayat itu, atau paling tidak riwayat-riwayat yang utama. Mari memulainya dari kisah Yehuda dan Tamar9) yang dibuka oleh penutur dalam kitab Kejadian (fasal 38) demikian: Pada waktu itu Yehuda meninggalkan saudara saudaranya. Terlihat dengan jelas bahwa waktu yang tersebut di sini berhubungan dengan waktu lain yang dia

sebutkan sebelum itu. Bukan waktu yang dibicarakan oleh kitab Kejadian tepat sebelum itu. Sebetulnya, waktu yang membentang dari kedatangan Yusuf di Mesir untuk yang pertama kalinya hingga kepergian Yakub bersama segenap keluarganya ke sana tidak lebih dari dua puluh dua tahun. Yusuf berumur tujuh belas tahun, saat dijual oleh saudara­saudaranya dan tiga puluh tahun saat dikeluarkan Firaun dari penjara.

Jika kita tambahkan kepada tiga belas tahun ini, tujuh tahun kemakmuran dan dua tahun paceklik jumlahnya menjadi dua puluh dua tahun. Meski begitu, seseorang tidak akan bisa membayangkan semua kejadian dalam waktu yang sangat singkat itu. Yang kami maksudkan adalah Yehuda menjadi ayah dari tiga anak dari satu-satunya perempuan yang dia kawini, perkawinan anak sulungnya dengan Tamar setelah mencapai usia kawin, perkawinan Tamar dengan anak keduanya setelah anak pertamanya meninggal dan setelah kematian anaknya yang kedua ini, yakni setelah dua perkawinan dan dua kematian ini, Yehuda menggauli bekas isteri dua anaknya tanpa dia ketahui dan melahirkan dua anak kembar yang salah satunya juga sudah menjadi bapak dalam waktu yang sangat singkat itu. Karena merupakan sesuatu mustahil jika semua kejadian itu terjadi dalam waktu sangat singkat yang tersebut dalam kitab Kejadian harus dikembalikan ke waktu lain yang sebelumnya telah dibicarakan oleh kitab lain. Dari situ, kisah ini pasti dinukil oleh Ezra lalu dimasukkan ke dalam teks begitu saja tanpa diperiksa kembali.

Bahkan tidak hanya dalam fasal ini saja. Sebaliknya berlaku bagi semua kisah Yusuf dan Yakub. Karena sebab ini harus diakui bahwa kisah-kisah itu disimpulkan dan dinukil dari beberapa orang penutur dengan bukti adanya perbedaan-perbedaan antarbanyak bagiannya. Misalnya dalam kitab Keluaran, dituturkan bahwa Yakub saat dibawa Yusuf menghadap Firaun untuk yang pertama kali, usianya sudah seratus tiga puluh tahun. Jika kita kurangi dua puluh tahun kesediahannya atas hilangnya Yusuf, tujuh belas tahun umur Yusuf saat dijual oleh saudara-saudaranya dan tujuh tahun Yakub melayani Rahel, kita akan mendapatkan bahwa usianya sudah sangat lanjut (yakni delapan puluh empat tahun) saat mengawini Lea.

Di sisi lain, usia Dina13) baru sekitar tujuh tahun saat diperkosa oleh Syakim, umur Simeon dua belas tahun dan umur Lewi sekitar sebelas tahun ketika mereka menghancurkan kota yang disebutkan dalam Kejadian dan membunuh semua penduduknya dengan pedang. Selanjutnya, kita tidak perlu membahas seluruh isi Pentateukh, anakhronisme (kekacauan penempatan waktu) dan pengulangan yang terus-menerus dari kisah-kisah yang sama disertai perubahan yang terkadang sangat serius, untuk bisa menerima bahwa kita sedang berada di depan kumpulan teks yang bertumpuk-tumpuk yang jika diperiksa dan ditertibkan akan mudah dibaca. Hal ini tidak hanya berlaku pada Pentateukh saja, tetapi juga berlaku pada seluruh riwayat yang terkandung dalam tujuh kitab yang lain hingga penghancuran kota Yerusalem. Semua itu adalah riwayat-riwayat yang dikumpulkan dengan cara yang sama.

Siapa di antara kita yang tidak merasakan bahwa ketika membaca fasal 2 dari kitab Hakim-Hakim mulai dari ayat 6, sudah berada di depan penutur baru? Yaitu penutur yang sebelumnya sudah menuliskan sejarah lama Yosua. Kata-katanya dinukil seperti apa adanya. Coba perhatikan, setelah menceritakan kematian dan penguburan Yosua pada fasal terakhir dari kitabnya, si penutur pertama berjanji di awal kitab I Hakim-Hakim akan menceritakan kejadian-kejadian setelah kematian Yosua. Dengan demikian jika penutur ini ingin meneruskan alur ceritanya, bagaimana mungkin dia menghubungkan janji yang baru saja dia ucapkan ini dengan kisah yang dimulai dengan kehidupan Yosua sendiri?

Fasal 17, 18 dan seterusnya dari kitab Samuel juga dinukil dari penutur yang berbeda dari penutur fasal-fasal sebelumnya. Penutur baru ini mengemukakan tafsiran yang berbeda dengan tafsiran fasal 16 atas pulang-pergi Daud ke istana Saul untuk yang pertama kali. Menurutnya Saul tidak memanggil Daud karena saran para menterinya (sebagaimana tersebut dalam fasal 16). Sebaliknya, Daud dikirim sendiri oleh ayahnya ke kemah, tempat saudara­saudaranya, dan secara kebetulan Saul melihatnya bisa mengalahkan orang Filistin Goliat. Sejak itu, Daud pun berada di istana Saul.