| Kidung Kasih | Jemaat Bible |

Thursday, May 3, 2007

Revisi Kitab Matius (2)

19:16. Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."

Terjemahan yang tepat dari teks "orisinal":

19:16 Ada seorang datang kepada Yesus dan berkata: "Guru yang baik, perbuatan apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Mengapa engkau memanggil-Ku Guru yang baik? Hanya Satu yang baik, yaitu Tuhan. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah-Nya.

(Para penerjemah Alkitab Indonesia merubah frasa "Guru yang baik" menjadi "perbuatan baik" dan menghilangkan kata "Tuhan" yang merujuk kepada Allah, agar seolah-olah Yesus adalah Allah)

Perhatikan teks-teks Alkitab yang lebih tua di bawah ini:

Versi Douay-Rheims Bible 1582 M:

19:16 And behold one came and said to him: Good master, what good shall I do that I may have life everlasting?
19:17 Who said to him: Why askest thou me concerning good? One is good, God. But if thou wilt enter into life, keep the commandments.

Versi King James 1611 M:

19:16 And, behold, one came and said unto him, Good Master, what good thing shall I do, that I may have eternal life?
19:17 And he said unto him, Why callest thou me good? there is none good but one, that is, God: but if thou wilt enter into life, keep the commandments.

dikutip dari : pakdenono.com

Read More...

Revisi Kitab Matius (1)

Revisi Alkitab Indonesia di sini hanya menyangkut revisi-revisi terhadap kata atau kata-kata tertentu dari teks yang dapat dikatakan "mendekati orisinal" tanpa konfirmasi terlebih dahulu dengan para pengarang Alkitab yang sesungguhnya sehingga mengurangi nilai kesejarahan ayat-ayat tersebut, antara lain:

2:23 Setibanya di sana iapun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret.

Terjemahan yang tepat dari teks "orisinal":

2:23 Setibanya di sana iapun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazorea.

(Para penerjemah Alkitab Indonesia merubah frasa "Orang Nazorea" menjadi "Orang Nazaret" tanpa dasar yang jelas)

Perhatikan teks-teks Alkitab yang lebih tua di bawah ini:

Versi The Latin Vulgate (sebelum abad ke-15 M):

2:23 et veniens habitavit in civitate quae vocatur Nazareth ut adimpleretur quod dictum est per prophetas quoniam Nazareus vocabitur

Versi Greek Stephanos 1550 M:

2:23 kai elthon katokesen eis polin legomenen s=nazareth abt=nazaret opos plerothe to rethen dia ton propheton oti nazoraios klethesetai

Versi Douay-Rheims Bible 1582 M:

2:23 And coming he dwelt in a city called Nazareth: that it might be fulfilled which was said by the prophets: That he shall be called a Nazarene.

Versi Wycliffe New Testament:

2:23 and cam, and dwelte in a citee, that ys clepid Nazareth, that is shulde be fulfillid, that was seid bi profetis, For he shal be clepid a Nazarey.

Versi New American Bible:

2:23 He went and dwelt in a town called Nazareth, so that what had been spoken through the prophets might be fulfilled, "He shall be called a Nazorean."

Versi New Revised Standard Version:

2:23 There he made his home in a town called Nazareth, so that what had been spoken through the prophets might be fulfilled, "He will be called a Nazorean."

Catatan:

Di antara dakwaan-dakwaan yang ditujukan terhadap Petrus, salah satunya menyebutkan "Yesus dari Nazaret" (Matius 26:71), dan satu lagi menyebutkan "Yesus, orang dari Nazaret" (Markus 14:67). Pernyataan pertama sebenarnya merupakan terjemahan yang salah-arah dari kata Yunani Nazorean (A. Stegemann H - 1998 B. Perjanjian Matius 2:23 C. Kee HC - 1971), sedangkan pernyataan kedua merupakan terjemahan yang salah-arah dari istilah Yunani Nazarene. Istilah Yunani Nazorean dan Nazarene merupakan transliterasi (Nazarenoi atau Nazoraios) dari kata bahasa Arama Nasren atau Nasraya, yang berarti para pemelihara. Pada gilirannya, kata bahasa Arama itu bisa ditelusuri kembali pada istilah Nazir dalam bahasa Ibrani, yang berarti suci, kudus, atau pemantang. Jika sekte-sekte dan subsekte-subsekte agama Yahudi pada abad pertama Masehi dijajarkan pada poros keagamaan, dimana kutub kiri mewakili liberalisme Yahudi, dan kutub kanan mewakili konservatisme religius, maka kaum Farisi akan berada di tengah-tengah, sedangkan kaum Essene dan Nazorea akan berada di ujung kanan.

Jadi, siapakah, dan apakah sebenarnya, orang-orang Nazorea itu? Sederhananya, mereka adalah kelompok yang sama yang dirujuk dalam perjanjian Lama sebagai orang-orang Nazarite atau Nazirite. Nazarite atau Nazorea adalah seseorang yang melaksanakan sumpah pemantangan dan kesetiaan penuh kepada Hukum Musa, dimana sumpah semacam ini bisa berlaku selama hidup atau untuk jangka waktu trertentu. Aturan-aturan khusus yang mengatur periode menjadi seorang Nazarite atau Nazorea disebutkan satu per satu dalam Kitab Bilangan 6:1-21 dalam Alkitab, tetapi tidak diulangi dalam bab ini.

Namun demikian, dijelaskan bahwa orang-orang Nazarite atau Nazorea dicirikhasi dengan penolakan mereka untuk memotong rambut, dengan pemantangan mutlak terhadap alkohol dan seluruh minuman yang berasal dari anggur, dengan penolakan mutlak untuk berada dekat jenazah, dan sebagainya. Tokoh-tokoh alkitabiah termasyur yang diidentifikasi sebagai orang-orang Nazarite atau Nazorea antara lain : Samson (Hakim-hakim 13:1-24; 16:13-17); Samuel (1 Samuel 1:1-22); mungkin Yohanes (Yahya) Sang Pembaptis, mungkin juga James, imam pertama gereja Kristen di Yerusalem (Kisah Para Rasul 21:17-26); dan untuk sementara Paulus (Kisah Para Rasul 21:17-26). Namun demikian, penggambaran alkitabiah mengenai Yesus Kristus sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan penggambaran tentang seorang Nazorea, karena seorang Nazorea tidak akan pernah menerima apapun yang berasal dari buah anggur, dan tidak bisa mendekati Lazarus yang sudah meninggal, yang oleh Yesus, melalui kekuasaan Allah, konon dibangkitkan dari kematian (Yohanes 11:38-44).

Jadi, tidak ada hubungannya antara frasa "Orang Nazorea" (atau "Orang Nazarene") dengan kota Nazaret. Sekali lagi, orang-orang Nazorea adalah orang-orang yang memiliki keyakinan tertentu terhadap Hukum Musa yang para penganutnya tidak hanya ada di kota Nazaret, tetapi tersebar di seluruh wilayah Israel.

Lebih jauh, nubuat yang "dikutip" Matius tentang "Orang Nazorea" di atas, tidak ditemukan dalam naskah Perjanjian Lama. Singkatnya, Matius memiliki nubuat menyimpang yang "dikutip" yang sama sekali tidak ada! Kesalahan-kesalahan yang bertimbunan!

sumber asli: www.geocities.com/cicak_mdn/

dikutip dari : kompilasi pakdhe nono

Read More...

Tuesday, May 1, 2007

Tentang Hukum Bunuh Diri

Ayat-ayat tentang hukum membunuh diri sendiri yang dianggap saling bertentangan adalah:


"Bunuhlah dirimu!Hal itu lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu,maka Tuhan akan menerima taubat."
(QS. 2 Al Baqarah -sapi betina- 54)

dianggap bertentangan dengan:

"…. Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu." (QS 4 An Nisaa - wanita - 29)

Bagaimana sebenarnya kedudukan kedua ayat di atas? Nampaknya hal yang diduga ada pertentangan antara kedua ayat Al Quran di atas sebenarnya jika kita teliti dengan sedikit usaha saja (dan tidak perlu seorang yang ahli agama atau mujtahid) akan dengan mudah menemukan penjelasannya.

Ayat pertama lengkapnya

"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." ( Al Baqarah : 54)

Yang perlu dipahami adalah:

  1. ayat ini menceritakan tentang peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa AS dan hukum membunuh diri pada ayat di atas hanya berlaku untuk syariat Nabi Musa saja, bukan untuk syariat umat Islam. Jadi seharusnya orang Yahudilah yang dikenai dengan ayat ini, yaitu "bunuhlah dirimu sendiri ".
  2. Arti bunuh dirimu sendiri memang ada beberapa penafsiran:
    • orang-orang yang tidak menyembah anak lembu itu membunuh orang yang menyembahnya.
    • Adapula yang mengartikan: orang yang menyembah patung anak lembu itu saling bunuh-membunuh,
    • dan apa pula yang mengartikan: mereka disuruh membunuh diri mereka masing-masing untuk bertaubat.

Sedangkan ayat lainnya An Nisaa 29 yang lengkapnya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. "

menekankan larangan bunuh diri bagi umat Islam. Jelas disebutkan "wa laa taqtuluu anfusakum" yang artinya dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Oleh karena itu bunuh diri dalam Islam hukumnya adalah haram alias dilarang keras.

Jadi melihat kedua ayat di atas, selesailah sudah persoalannya; bahwa yang diserukan berbeda objeknya. Ayat pertama ditujukan untuk umat nabi Musa, dan ayat ke dua ditujukan untuk umat Nabi Muhammad SAW.

Selesai sampai di sini


Read More...

Monday, April 30, 2007

Tentang Hukum Zina

Beberapa ayat yang berhubungan dengan perintah untuk menjauhi zina nampaknya bertentangan dengan ayat lainnya. Apa saja ayat-ayat itu dan bagaimana penjelasannya? Silakan baca uraian di bawah:

  • "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (QS. 17 Al Israa -perjalanan malam hari- 32)

  • "Perempuan perempuan yang berzina dan laki laki yang berzina deralah masing masing seratus kali. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya…." (QS. 24 An Nuur -cahaya- 2)

  • Laki laki yang berzina tidak nikah melainkan dengan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak menikahinya melainkan laki laki yang berzina atau laki laki yang musyrik. Dan demikian diharamkan atas orang orang mukmin. (QS. 24 An Nuur-cahaya- 3)

Ayat yang dianggap bertentangan adalah:

  • "Dan orang orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri isteri mereka atau budak budak yang mereka miliki sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela" (QS. 23 Al Mukminun - orang yang beriman- 5,6)

  • "Dan orang orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isteri isteri mereka dan budak budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela" (QS. 70 Al Ma'ariij -tempat naik- 29-30)

  • " … Kawinilah wanita wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau empat, jika kemudian kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak budak yang mereka miliki." (QS. 4 An Nisaa -wanita- 3)


    kemungkinan besar, hal yang dianggap bertentangan adalah antara larangan berzina pada (QS. 17 Al Israa -perjalanan malam hari- 32) , (QS. 24 An Nuur -cahaya- 2), (QS. 24 An Nuur-cahaya- 3) dengan hal bolehnya seorang mencampuri budak-budak mereka (yang mereka miliki).

    Hal yang perlu disepakati adalah Definisi zina dan hukum menggauli budak. Dalam Islam, pada waktu praktek perbudakan masih ada, hukum menggauli budak adalah boleh sehingga jika seseorang menggauli budak yang ia mikili, maka tidak dikategoraikan sebagai zina. Sedangkan zina adalah hubungan badan (sampai terjadi coitus) antara laki-laki dan perempuan baligh yang:
    1. tidak terikat dalam suatu ikatan pernikahanan yang sah
    2. tidak dalam pemaksaan seseorang
    3. bukan dengan budak yang dimiliki

    Jadi di sini tidak ada pertentangan ayat dalam Al Quran, khususnya yang berkaitan dengan hukum zina dan hukum menggauli budak. Hanya orang jahil dan tidak ada pengetahuan saja yang menuduh yang demikian itu.

  • "Kamu boleh mengganti siapa saja yang kamu kehendaki, juga boleh menggauli perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu." (QS. 33 Al Ahzaab -golongan yang bersekutu- 51)

    Pertentangan pada ayat ini nampaknya pada kata "boleh menggauli perempuan yang telah kamu cerai" yang dalam teks aslinya berbunyi "wa man ibtaghaita min man 'azzalta falaa junaaha 'alaika". Kata ibtaghaita bermakna "yang kamu ingini" sehingga arti ayat di atas seharusnya "boleh kamu menceraikan istri-istrimu, mana-mana yang kamu kehendaki dan kamu pun boleh rujuk (menikahi kembali) mantan istri-istrimu yang kamu kehendaki ". Otomatis setelah proses rujuk (menikah kembali) selesai dengan sempurna, maka hukum menggauli istri menjadi boleh bahkan merupakan ibadah.

    Dari sini, di mana letak pertentangan antara ayat larangan zina dengan ayat lain dalam Al Quran? Hanya orang bodoh saja yang masih menggugat adanya pertentangan ayat-ayat Al Quran.

    Hadis Nabi:

  • Abu Dzar mengatakan bahwa Rasulullah saw. Bersabda: "Seseorang datang kepadaku dari Tuhanku membawa berita (mungkin katanya: membawa berita gembira):"Sesungguhnya barang siapa diantara umatku yang mati sedangkan dia tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun orang itu masuk surga." Aku bertanya: "Sekalipun orang itu berzina dan mencuri?" Jawab nabi: "ya, sekalipun dia berzina dan mencuri." (Hadits Shohih Bukhori 647)

    Dari hadis di atas, terdapat penjelasan bahwa seorang yang mati tanpa mempersekutukan Allah dengan suatu apa pun dijamin akan masuk surga, meskipun orang itu berzina atau mencuri. Orang yang berzina dan mencuri akan mendapat dosa dan azab di neraka. Ini sesuai dengan ayat tentang larangan zina "sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (QS. 17 Al Israa -perjalanan malam hari- 32). Zina adalah perbuatan keji yang akan dibalas dengan azab yang pedih di neraka kelak (kecuali jika seseorang bertobat yang sebenarnya sehingga diampuni dosa-dosanya).

    Dan dalam ayat di atas, tidak ada yang menyatakan bahwa pelaku zina akan selamanya di neraka. Ayat di atas hanya menjelaskan bahwa pelaku zina akan diazab di neraka. Entah untuk berapa lama; dan dalam kepercayaan Islam, orang Islam pada akhirnya masuk ke dalam sorga seperti sabda Nabi bahwa setiap orang Islam yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuati apa pun maka ia akan pasti masuk surga.

    Sedangkan orang yang tidak berzina atau tidak mencuri tetapi Ia menyekutukan Allah (musrik) maka ia akan berada di neraka yang abadi.

    Jadi tidak ada pertentangan antara ayat tentang larangan zina dengan hadis nabi di atas.

Read More...

Mandat Tuhan Sang Rasul (2)

Sampai di sini barangkali ada yang menyangkal bahwa dengan cara yang sama, kita juga bisa menyimpulkan bahwa pekabaran para rasul itu sendiri juga tidak mengandung sifat kenabian. Misalnya, ketika mereka pergi berdakwah di sana-sini, mereka tidak melakukannya berdasarkan mandat khusus selayaknya para nabi. Dalam Perjanjian Lama, misalnya kita membaca bahwa Yunus pergi ke Niniveh untuk melakukan pekabaran dan dalam waktu yang sama juga membaca bahwa Yunus secara khusus diutus kepada mereka itu serta diberi wahyu tentang apa yang harus dia kabarkan.

Juga dikisahkan kepada kita secara terperinci bahwa Musa pergi ke Mesir sebagai utusan Allah, juga dikisahkan dengan cara yang sama apa saja yang harus dia sampaikan kepada bani Israel dan raja Firaun serta mukjizat apa saja yang bisa meyakinkan mereka. Yesaya, Yeremia dan Yehezkial juga mendapatkan perintah yang jelas untuk melakukan pekabaran kepada bani Israel.

Terakhir, para nabi tidak mengabarkan sesuatu pun kecuali yang mereka terima dari Allah seperti diterangkan dalam kitab suci. Berbeda dengan para rasul yang pergi ke sana kemari untuk melakukan pekabaran. Kita tidak pernah mendapatkan dalam Perjanjian Baru suatu keterangan yang menjelaskan bahwa mereka pernah menerima sesuatu yang mirip dengan yang diterima oleh para nabi itu atau paling tidak, kita sangat jarang menemukannya. Bahkan terkadang kita mendapatkan yang sebaliknya.

Ada beberapa ayat yang menyebutkan dengan terus terang bahwa mereka memilih sendiri tempat-tempat yang akan mereka dakwahi. Hal ini misalnya terlihat jelas dalam perdebatan yang berakhir dengan pertengkaran antara Paulus dan Barnabas (lihat Kisah Para Rasul 15:37, 38... dan seterusnya).9) Kita juga menemukan mereka pernah berusaha pergi ke tempat tertentu, tetapi gagal seperti dibuktikan oleh Paulus sendiri (Surat Kepada Jemaat di Roma 1:13): "...aku telah sering berniat untuk datang kepadamu -tetapi hingga kini selalu aku terhalang-­" Hal serupa juga dia sebutkan dalam pasal terakhir dari Surat Pertama Kepada Jemaat di Korintus, ayat 12: "Tentang saudara Apalas: telah berulang-ulang aku mendesaknya untuk bersama-sama dengan saudara-saudara lain mengunjungi kamu, tetapi ia sama sekali tidak mau datang sekarang... ".

Dari gaya bahasa semacam ini, juga dari perdebatan yang terjadi antar para rasul dan tidak adanya teks-teks yang menyebutkan bahwa mereka pergi berdakwah berdasarkan mandat dari Allah selayaknya para nabi, kita bisa menyimpulkan bahwa mereka melakukan pekabaran itu sebagai guru dan bukan nabi. Jika ada yang menyangkal seperti itu jawabannya sangatlah mudah jika kita mengamati perbedaan misi yang diemban oleh masing­masing para rasul dan para nabi Perjanjian Lama. Kelompok yang terakhir ini tidak melakukan pekabaran kepada seluruh bangsa, tetapi kepada bangsa-bangsa tertentu saja.

Oleh karena itu, masing-masing nabi harus mendapatkan mandat khusus dan jelas. Berbeda dengan rasul yang menyeru semua manusia kepada agama baru. Di mana pun mereka berada selalu melaksanakan mandat Almasih. Sebelum pergi berdakwah, mereka tidak memerlukan wahyu yang menjelaskan tema-tema yang harus dikabarkan karena mereka adalah murid-murid Almasih yang pernah mendapatkan sabda, "Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.

Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. " (Matius 10:19, 20). Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa para rasul mengetahui dengan wahyu khusus hal-hal yang harus mereka kabarkan secara terang­terangan dan dalam waktu yang sama harus mereka dukung dengan mukjizat. Adapun hal-hal yang cukup mereka kabarkan saja, tanpa dukungan mukjizat, juga tanpa ditulis dan disampaikan secara terus terang itu telah mereka tulis atau katakan karena mereka mengetahuinya (dengan pengetahuan alami/biasa).

Tentang masalah ini, lihat Surat Pertama Kepada Jemaat di Korintus (14:6).10) Selanjutnya, kita tidak perlu menghiraukan catatan yang mengatakan: Semua surat dimulai dengan menyebutkan rasul sebaqai rasul. Hal ini, karena selain diberi kemampuan untuk bernubuat, rasul juga diberi otoritas yang diperlukan untuk berdakwah; sebagaimana akan saya jelaskan saat ini. Kita katakan sekali lagi: mereka memang menulis surat-surat itu sebagai rasul dan karena alasan ini pulalah tiap orang dari mereka mengaku sebagai rasul pada awal suratnya. Mungkin sekali, mereka ingin menarik perhatian pembaca dengan cara yang lebih mudah. Yaitu dengan menunjukkan bahwa diri mereka adalah pemberita yang dikenal oleh segenap kaum mukminin, juga menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengabarkan agama yang benar dan jalan keselamatan dengan bukti-bukti yang jelas.

Sebenarnya, semua yang dia katakan dalam surat-surat mereka mengenai misi yang harus diemban oleh para rasul dan roh kudus yang berada diri mereka itu -sepengatahuan saya- berkaitan dengan pekabaran mereka. Kecuali beberapa paragrap yang menggunakan ungkapan roh Allah atau roh kudus yang berarti pendapat yang benar dan lurus yang diperolah dari Tuhan... dan seterusnya. Misalnya, Paulus pernah mengatakan dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (7:40): "Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga berada di dalam Roh Allah." 11) Roh Allah yang dia maksud dalam teks ini adalah pendapat pribadinya. Konteks pembicaraan menunjukkan demikian.

Dalam ayat itu, Paulus seolah ingin mengatakan, "Saya menilai bahwa janda yang tidak mau kawin lagi itu juga bahagia menurut pendapat pribadi saya. Saya yang memutuskan untuk hidup membujang juga merasa berbahagia." Selain ini, sebetulnya masih ada banyak teks lain yang menunjukkan maksud yang sama, tetapi tidak perlu kita sebutkan di sini. Namun, karena kita ingin membuktikan bahwa surat-surat para rasul itu telah ditulis berdasarkan cahaya alami saja, sekarang kita harus mengetahui bagaimana dengan pengetahuan alami itu mereka bisa mengabarkan hal-hal yang berada di luar batas-batasnya.

Dalam hal ini, jika kita memperhatikan teori yang kita paparkan dalam fasal lalu (Fasal Satu) kesulitan-kesulitan itu akan hilang. Meskipun kandungan Taurat selalu berada di luar batas pemahaman kita, kita bisa menjelaskannya dengan penuh percaya diri dengan syarat tidak boleh menerima ketentuan kecuali yang diambil dari kitab suci itu sendiri. Dengan cara yang sama, para rasul bisa mengambil banyak kesimpulan dari segala sesuatu yang mereka lihat, dengar dan ketahui dengan wahyu kemudian mereka sampaikan kepada orang lain, jika mereka mau.

Di samping itu, meskipun agama sebagaimana dikabarkan oleh para rasul -yaitu sekadar penuturan kehidupan Almasih- berada di luar lingkup nalar, dengan cahaya naluri setiap orang dari mereka mampu mengetahui intisari agama yang secara prinsipil -sebagaimana dogma­dogma Almasih-12 tersusun dari ajaran-ajaran etika. Terakhir, para rasul tidak memerlukan cahaya super natural untuk merekayasa agama -setelah mereka buktikan kebenarannya dengan mukjizat- agar sesuai dengan tingkat pemahaman manusia dan selanjutnya bisa mereka dipahami dengan mudah, sebagaimana juga tidak memerlukan cahaya itu untuk menegur orang lain.

Dua hal inilah tujuan ditulisnya surat-surat itu. Maksud saya, surat-surat itu ditulis dengan tujuan untuk menyeru dan memperingati manusia dengan cara yang dianggap paling cocok oleh setiap rasul untuk mengukuhkan mereka dalam agama itu. Selanjutnya, kita perlu mengingat lagi sesuatu yang pernah kita sebutkan sebelum ini, yaitu bahwasanya para rasul tidak hanya memiliki kemampuan untuk mengabarkan kehidupan Almasih, dalam kapasitas mereka sebagai nabi, yakni mendukung pekabaran itu dengan mukjizat, tetapi juga memiliki wewenang yang diperlukan untuk berdakwah dan memberikan peringatan dengan cara yang dianggap paling pas oleh setiap rasul.

Dua tujuan ini pernah disebutkan oleh Paulus dalam surat kedua kepada Jemaat di Timotius (1:11): "Yanq untuknya aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru kepada bangsa-bangsa, aku juga ditetapkan sebaqai pemberita dan rasul. Aku katakan kepada kalian semua dengan yang sebenar-benarnya, aku tidak berdusta sebaqai guru bangsa­ bangsa di dalam keimanan yang benar."13 Perhatikan dengan baik ungkapan, "Aku katakan kepada kalian semua dengan yang sebenar-benarnya".

Dengan kata-kata ini, Paulus menuntut diakusinya dua sifat itu sekaligus, yaitu sifat rasul dan sifat guru. Selanjutnya, dalam surat kepada Jemaat di Filemon (ayat 8), Paulus juga pernah menyebutkan wewenang yang membolehkannya untuk menegur semua orang, yaitu: "Karena itu, sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus engkau lakukan... " Dalam ayat ini, kita harus mengamati, seandainya saja Paulus telah menerima wahyu dari Allah dalam kapasitasnya sebagai nabi sudah barang tentu dia tidak akan mungkin mengubah perintah-perintah Allah menjadi permohonan. Dengan demikian, kita harus mengakui bahwa Paulus sedang berbicara mengenai kebebasan untuk menegur orang lain yang dia miliki dalam kapasitasnya sebagai guru dan bukan nabi.

Namun demikian, dari keterangan yang baru lalu itu tidak tampak secara pasti bahwa dalam kegiatan mengajar itu para rasul bisa memilih jalan yang mereka anggap paling baik. Yang tampak hanyalah bahwa misi mereka itu memberikan sifat guru dan dalam waktu yang sama juga memberikan sifat nabi. Sebenarnya, kita bisa kembali ke nalar yang memang menetapkan bahwa barangsiapa memiliki wewenang untuk mengajar, secara otomatis juga memiliki wewenang untuk memilih jalan yang dia anggap paling baik. Tetapi sebaiknya kita hanya membuktikan hal itu dengan Alkitab saja. Dalam masalah ini, ada beberapa ayat yang menyebutkan secara terus terang bahwa setiap rasul telah memilih jalan pribadi untuk kegiatan pekabarannya.

Misalnya, Paulus mengatakan dalam suratnya kepada Jemaat di Roma (15:20): "Dan aku berusaha tidak memberitakan Injil di suatu tempat, di mana nama Kristus telah dikenal, supaya aku tidak membanqun di atas dasar, yang telah diletakkan oranq lain."14 Dapat dipastikan, jika semua rasul mengikuti jalan yang sama dalam berdakwah dan semuanya juga membangun agama Almasih di atas dasar yang sama pula, Paulus tidak akan bisa menyebut dasar yang dipakai sandaran oleh rasul lain itu sebagai "dasar yang diletakkan oleh orang lain". Saat itu, semua rasul akan memiliki dasar yang sama. Berhubung Paulus sudah menyebutnya dengan "dasar yang diletakkan oleh orang lain'; kita harus menyimpulkan bahwa setiap rasul mendirikan agama di atas dasar yang berbeda, juga harus menyimpulkan bahwa para rasul saat menjalankan misi mereka sebagi guru, betul-betul seperti guru-guru lain.

Masing-masing mereka menggunakan metode khusus dan memilih untuk mengajar orang-orang yang masih benar-benar bodoh dan belum pernah belajar bahasa dan berbagai bidang ilmu -termasuk matematika yang kebenarannya tidak diragukan oleh siapa pun- kepada orang lain. Dari sisi lain, jika kita membaca surat-surat itu dengan teliti, kita akan mendapatkan bahwa para rasul, meskipun menyepakati agama yang sama, landasan-landasan yang mereka pakai untuk menyampaikannya tampak berbeda. Misalnya, untuk mengokohkan orang-orang di atas agama dan untuk menjelaskan kepada mereka bahwa jalan keselamatan hanya terwujud berkat karunia ilahi, Paulus mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh berbangga dengan perbuatan­perbuatannya.

Menurutnya, yang boleh dibanggakan hanya iman saja. Perbuatan-perbuatan itu tidak bisa menyelamatkan seseorang (lihat Surat Paulus kepada Jemaat di Roma 3:27-28).15 Berbeda dengan Yakobus yang menyerukan dalam suratnya bahwa keselamatan manusia juga terwujud berkat perbuatan-perbuatannya, bukan berkat imannya saja (lihat Surat Yakobus 2:24).16) Oleh Yakobus, seluruh ajaran agama dibuat terbatas dalam lingkup prinsip-prinsip yang sedikit ini. Jadi, dia mengesampingkan semua argumentasi Paulus.

Akhirnya, tidak diragukan lagi bahwa berbedanya dasar yang dipakai oleh masing-masing rasul yang sudah menjadi penyebab terjadinya pertikaian dan perpecahan yang dikeluhkan oleh gereja sejak masa mereka itu, akan terus dikeluhkan oleh gereja hingga datang suatu hari di mana agama akan dipisahkan dari renungan-renungan filosofis dan menjadi sebatas jumlah kecil dogma sangat mudah yang tetah diserukan oleh Almasih sendiri.

Ketika itu, para rasul tidak bisa melakukan hal ini karena orang­orang tidak mengenal Injil sama sekali. Maka, untuk menghindari terjadinya benturan terlalu keras antara orang-orang itu dengan keyakinan baru, para . rasul mengkondisikan agama hingga sesuai dengan ruh zaman mereka (lihat surat pertama Paulus kepada Jemaat di Korintus 9:19, 20... dan seterusnya)17) dan mendirikannya diatas asas-asas yang paling populer dan paling bisa diterima pada masa itu. Oleh karenanya, tidak ada seorang rasul pun yang berfilsafat seperti Paulus yang memberitakan Injil kepada seluruh bangsa.

Sedang rasul-rasul lain yang hanya berdakwah di kalangan bangsa Yahudi yang terkenal membenci filsafat telah menyesuaikan diri dengan kebiasaan bangsa Yahudi ini juga (lihat surat Paulus kepada Jemaat di Galatia 2:2... dan seterusnya).18) Mereka mengajarkan agama secara murni dan bersih dari renungan-renungan filosofis. Alangkah bahagianya zaman kita ini, jika kita bisa melihat agama ini juga terbebas dari mitologi.

--------------------------------------------------------------------------------

Catatan :

1). Bukan rasul dalam terminologi Islam

2). Kor 14:6 Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?

3). I Kor 7:40 Tetapi rnenurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat. bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.

4). Para ahli tafsir menerjemahkan kata Yunani "Iogismai" yang tersebut dalam paragrap ini dengan "menyimpulkan". Dalam hal ini, mereka mengatakan, "Paulus menggunakannya dengan arti `sunlogismai"', padahal kata Yunani "logismai" ini sepadan dengan kata Ibrani "hasyab". yakni mengira atau menduga. Arti ini juga sesuai dengan naskah Suryani. Dalam terjemahan itu (jika benar-benar terjemahan, karena masih meragukan. Penerjemah dan waktu munculnya tidak diketahui, di samping itu bahasa asli para rasul juga bahasa Suryani) teks itu tersebut demikian: "Metraghenan hochiel". Sepertinya. Tremellius benar ketika menerjemahkan ungkapan ini dengan, "Nous jugeons donc" (dengan demikian kita mengira) karena sepadan dengan kata "reghion" yang menurunkan kata kerja "raghenan (yang mengira/melihat)". Selanjutnya, kata "reghiono" yang dalam bahasa Ibrani "raghava" menunjukkan arti "kehendak". Dengan demikian. ungkapan "Metraghenan hochiel" itu berarti "kami berkehendak" atau "kami mengira". (Sp)

5). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indanesia tersebut demikian: "Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah. "

6). Pesan-pesan Almasih di atas gunung yang diriwayatkan oleh Santo Matius dalam Injilnya, fasal 5 dan seterusnva.

7). Ulangan 31:21 Maka apabila banyak kali mereka ditimpa malapetaka serta kesusahan, maka nyanyian ini akan menjadi kesaksian terhadap mereka...

8). Spinoza membedakan kegiatan dakwah (pemberitaan) para rasul dengan kegiatan tulis-menulis mereka. Yang pertama sebagai nabi dan yang kedua sebagai guru biasa. (pen.)

9). Kis 15:37-39 Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik mernbawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka. Hal itu menirnbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juka sertanya berlayar ke Siprus.

10). I Kor 14:6 Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyarnpaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat utau pengajaran?

11). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia: Tetapi menurut pendapatku. ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.

12). Pesan-pesan Almasih di atas gunung yang diriwayatkan oleh Santo Matius dalam Injilnya, fasal 5 dan seterusnya. (Sp)

13). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia, ayat ini tersebut demikian: "Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru. " Dalam Alkitab versi King James: Whereunto I am appointed a preacher, and an apostle, and a teacher of the Gentiles.

14). Dalam Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia tersebut demikian: Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kelwrmatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, dimana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang lain.

15). Roma 3:27, 28 Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, rnelainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukurn Taurat.

16). Yakobus 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

17). I Kor 9:19, 20 Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.

18). Gal 2:2 Aku pergi berdasarkan suatu pernyataan. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi -dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang-, supaya jangan dengan percuma aku berusalaa atau telah berusaha.

Read More...

Sunday, April 29, 2007

Mandat Tuhan Sang Rasul (1)

Mandat Tuhan sang Rasul,
Wahyu Nabi dan Ajaran sang Guru

Pembahasan tentang apakah para rasul ketika menulis surat-surat mereka itu sebagai rasul dan nabi atau sebagai guru, kemudian pembahasan tentang peran para rasul

Seseorang tidak bisa membaca Perjanjian Baru tanpa meyakini terlebih dahulu bahwa para rasul (apostle)1) itu juga para nabi. Tetapi perlu diketahui para nabi sendiri tidak selamanya berbicara berdasarkan wahyu. Bahkan, jarang sekali mereka berbicara dengan cara seperti itu. Dengan demikian, kita bisa bertanya, apakah para rasul itu menulis surat-surat mereka dalam kapasitas sebagai nabi dan berdasarkan wahyu atau mandat khusus, seperti halnya Musa, Yeremia dan lain-lain, atau sebagai manusia biasa dan seorang guru. Apalagi, Paulus dalam surat pertama kepada penduduk Korintus (14:6)2) membedakan dua jenis pekabaran. Jenis pertama bergantung pada wahyu sedang jenis kedua bergantung kepada pengetahuan biasa. Dengan demikian kita bisa bertanya lagi apakah dalam' surat-surat itu, para rasul bersabda layaknya seorang nabi atau mengajar layaknya seorang ahli fikih.

Sekarang, jika kita meneliti cara penuturan surat-surat itu, kita akan mendapatkannya jauh berbeda dengan cara nabi dalam menuturukan sesuatu. Para nabi selalu menekankan bahwa diri mereka berbicara berdasarkan mandat dari Tuhan, seperti: inilah firman Tuhan, tuhan para tentara berfirman, denqan perintah Tuhan... dan seterusnya. Selanjutnya, penekanan semacam ini tidak hanya terjadi dalam sabda-sabda yang mereka sampaikan di depan umum, tetapi juga dalam surat-surat yang mengandung wahyu.

Misalnya surat Eli kepada Yoram (lihat kitab II Tawarikh 21:12) yang juga dibuka dengan kata-kata berikut ini: "sebab itu beqinilah firman TUHAN...". Lain halnya dengan surat-surat para rasul. Di dalamnya, kita tidak mendapatkan sesuatu yang semisal dengan itu. Bahkan, sebaliknya, dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (7:40),3) Paulus berbicara berdasarkan pendapatnya sendiri. Lebih dari itu, dalam banyak ayat, kita mendapatkan cara berbicara yang menyiratkan jiwa yang bimbang, seperti Surat kepada Jemaat di Roma (3:38) yang menyebutkan: "Karena kami mengira..."4) Demikian juga dengan ungkapan: "Sebab aku mengira..." yang tersebut dalam fasal 8 ayat 18.

Selain itu, kita juga menemukan cara bertutur yang sangat jauh dari cara bertutur seorang nabi, seperti: "Hal ini kukatakan kepadamu sebaqai pembolehan, bukan sebagai perintah. " (lihat I Kor 7:6),5) juga ayat yang mengatakan: "... Untuk mereka aku tidak mendapat perintah dari Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku sebaqai seorang yanq dapat dipercayai karena rahmat yang diterimanya dari Allah." (I Kor 7:25) dan ayat-ayat lain yang serupa. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa ketika mengatakan -dalam beberapa ayat lalu- bahwa dirinya memegang atau tidak memegang mandat dari Tuhan, tidak berarti bahwa dirinya benar­benar mendapatkan wahyu atau mandat dari Tuhan.

Sebaliknya wahyu atau mandat yang dia maksudkan itu hanyalah ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Almasih kepada murid-muridnya di atas gunung.6) Dari sisi lain, jika kita mengamati cara para rasul dalam menyampaikan dogma Injil, akan tampak oleh kita bahwa cara itu jauh berbeda dengan cara penyampaian para nabi. Mereka selalu menggunakan penyimpulan (argumentasi) dalam setiap kesempatatan, sehingga tidak tampak sedang menyampaikan nubuat tetapi sedang berdebat. Sementara itu, nubuat hanya berisi dogma-dogma dan perintah­perintah saja, karena Allah sendirilah yang berbicara, yakni Allah yang tidak menyimpulkan, tetapi hanya memerintah berdasarkan kekuasaan mutlak, sesuai dengan zat-Nya.

Di samping itu, wewenang nabi memang tidak sejalan dengan penyimpulan. Oleh karena itu barangsiapa ingin membuktikan akidah-akidah yang mereka anut dengan penyimpulan maka dia telah menundukkan akidah-akidah itu di bawah penilaian pribadi. Sepertinya, inilah yang dilakukan oleh Paulus. Dia memang benar-benar menyimpulkan. Misalnya dalam surat pertama kepada Jemaat di Korintus (10:15) dia mengatakan, "Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan!" Terakhir, para nabi menyampaikan kepada kita hal-hal yang diwahyukan, bukan hal-hal yang bisa diketahui dengan cahaya alami, yaitu penyimpulan. Meskipun dalam Pentateukh, kita bisa menemukan hal-hal yang sepintas lalu disimpulkan, jika kita amati lagi dengan lebih jeli akan tampak mustahil bisa dianggap sebagai argumen. Misalnya, saat Musa mengatakan kepada bani Israel dalam kitab Ulangan (31:27), "... Sedanqkan sekarang, selagi aku hidup bersama-sama dengan kamu, kamu sudah menunjukkan kedegilanmu terhadap TUHAN, terlebih lagi nanti sesudah aku mati."

Ungkapan ini tidak boleh kita pahami bahwa Musa ingin meyakinkan bani Israel dengan penyimpulan bahwa setelah dirinya mati mereka pasti menjauhi penyembahan yang benar kepada Allah. Dalam kasus ini, argumen itu memang nyata-nyata batil. Dalilnya bisa kita ambil dari Alkitab sendiri. Terbukti, orang Israel tetap meniti jalan lurus pada masa Yosua dan setelah itu pada masa pemerintahan Samuel, Daud, Sulaiman... dan seterusnya. Dengan demikian, ungkapan Musa ini adalah sebuah penekanan etik yang dia sampaikan sebagai seorang orator yang meramalkan kehancuran bangsa Israel di masa depan dengan gaya yang mengandung spirit yang sama dengan spirit gambaran yang ada dalam benaknya mengenai masalah ini. Alasan yang menghalangi saya untuk menganggap Musa sedang berbicara sebagai pribadi dengan tujuan agar ramalannya bisa diterima oleh bangsa Israel secara lebih luas adalah ayat 21 dari fasal yang sama.7)

Dalam ayat itu disebutkan bahwa kekalahan masa depan ini telah diwahyukan kepadanya dengan ungkapan yang berbeda. Selanjutnya, dengan cara ini pula kita harus memahami semua argumen Musa dalam Pentateukh. Argumen-argumen itu bukanlah pembuktian dengan akal, tetapi berbagai jenis gaya berbicara untuk mengungkapkan perintah Allah secara lebih efektif. Kendati begitu, saya tidak mengingkari secara total kemampuan para nabi dalam berargumen. Saya hanya menekankan bahwa semakin kuat argumen mereka, pengetahuan mereka itu akan lebih dekat kepada masalah-masalah wahyu daripada pengetahuan aiamiah. Apalagi kita semua mengakui bahwa para nabi memiliki pengetahuan super natural (alamiah) mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dogma-dogma murni, perintah-perintah dan hukum-hukum yang mereka serukan. Oleh karena itu, Musa sebagai nabi terbesar tidak pernah melakukan penyimpulan dalam arti yang sebenarnya.

Lain halnya dengan para rasul. Saya kira Paulus tidak menulis penyimpulan-penyimpulan panjang dan argumen-argumen yang ada di dalam Surat Kepada Jemaat di Roma berdasarkan wahyu super natural. Demikianlah, cara dan metode para rasul dalam berbicara dan berdiskusi -sebagaimana terlihat dalam surat-surat mereka­menunjukkan dengan betul-betul terang bahwa tulisan­tulisan itu tidak berasal dari wahyu atau mandat dari Tuhan, tapi sekadar penilaian-penilaian pribadi dan alamiah bagi penulisnya. Selain itu juga hanya memuat pesan-pesan persaudaraan yang disertai dengan basa-basi dan ungkapan manis yang betul-betul berbeda dengan metode seorang nabi dalam mengungkapkan wewenangnya. Hal ini misalnya terlihat dalam permintaan maaf yang disampaikan oleh Paulus (Surat kepada Jemaat di Roma 15:15): "...dengan agak berani telah menulis kepadamu, wahai kawan-kawan." Selanjutnya, kita juga mendapatkan kesimpulan yang sama di saat tidak menemukan sesuatu pun yang menunjukkan bahwa para rasul itu pernah mendapatkan perintah untuk menulis.

Sebaliknya, yang mereka terima hanya perintah untuk berdakwah8) di semua tempat yang mereka tuju dan mendukung perkataan­perkataan mereka dengan mukjizat-mukjizat. Kehadiran mereka dibutuhkan, demikian juga dengan mukjizat yang mereka lakukan itu untuk membimbing manusia kepada agama dan mengukuhkan mereka di atas agama itu. Hal semacam ini terlihat jelas dalam kata-kata Paulus sendiri dalam suratnya kepada Jemaat di Roma (1:11): "Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu, "

Read More...

Kritik Perjanjian Lama

Penelitian kitab-kitab lain dalam perjanjian lama dengan cara yang sama

Sekarang berpindah ke pembahasan kitab-kitab Perjanjian Lama yang lain. Mengenai kitab Tawarikh satu dan dua, kami tidak akan mengatakan sesuatu yang berarti kecuali bahwa dua kitab itu telah ditulis lama setelah Ezra. Mungkin sesudah Yudas orang Makabe1) membangun kuil. Dalam fasal 9 kitab pertama si penutur bercerita kepada kita tentang keluarga keluarga yang mula-mula tinggal di Yerusalem (yakni pada zaman Ezra).

Setelah itu menyebutkan pada ayat 17 nama nama para penunggu pintu gerbang2) yang dua orang dari mereka disebutkan lagi di Nehemia (11:19). 3) ini menunjukkan bahwa kitab-kitab ini ditulis lama setelah renovasi kuil. Kami tidak mengetahui sesuatu yang pasti tentang penulis aslinya, otoritasnya yang harus diakui, manfaatnya dan dogma yang disampaikan. Bahkan kami heran bagaimana kitab-kitab semacam ini dimasukkan ke dalam kumpulan kitab suci sementara kitab Kebijaksanaan Salomo4) dikeluarkan dari kitab-kitab kanonika. Demikian juga dengan kitab Tobit dan beberapa kitab lain yang katanya palsu. Di sini kami tidak bermaksud merendahkan derajatnya. Kalau memang sudah diterima semua orang, kami akan membiarkannya seperti apa adanya.

Mazmur juga dikumpulkan dan dibagi ke dalam lima kitab setelah renovasi kuil5). Philon orang Yahudi6) memberikan kesaksian bahwa Mazmur 88 ditulis pada saat Raja Yoyakhin7) masih berada di dalam penjara Babel, sedang Mazmur 89 ditulis setelah dikeluarkan. Hal ini - menurut kami- tidak akan dia katakan jikalau saja bukan merupakan opini yang mutawatir pada masanya atau tidak dia terima dari para penutur yang terpercaya. Amsal Salomo, menurut kami, juga dikumpulkan pada masa-masa itu juga, atau paling tidak pada zaman Raja Yosia.8) Dalam fasal 24, ayat terakhir, disebutkan: Juga ini adalah amsal ­amsal Salomo yanq dikumpulkan pegawai pegawai Hizkia, raja Yehuda. (Amsal 25:1).

Selanjutnya, tidak lupa juga untuk menyinggung kecongkakan para imam yang ingin mengeluarkan kitab ini, juga kitab Pengkhotbah dari daftar kitab kanonik. Sebenarnya, mereka boleh saja melakukan hal itu, jika tidak mendapatkan satu ayat pun yang memuat syariat Musa. Namun yang sangat disayangkan adalah bahwa benda-benda suci bahkan yang terbaik itu tergantung kepada pilihan mereka. Memang benar, kami memuji mereka karena telah berkenan mentransmisikan kitab-kitab itu kepada kita. Namun demikian, kami tidak bisa menghindarkan diri dari pertanyaan apakah mereka mentransmisikannya dengan cukup jujur dan bersih. Meski begitu kami tidak ingin meneliti masalah ini lebih teliti.

Oleh karena itu, sekarang kami berpindah ke kitab­kitab para nabi. Setelah menelitinya kami mendapatkan bahwa seluruh nubuat yang dikumpulkan di dalamnya telah diambil dari buku-buku lain kemudian disusun dengan cara tertentu yang tidak selamanya sama dengan susunan yang diikuti oleh para nabi saat bersabda dan menulis. Di samping itu, kitab-kitab ini tidak memuat seluruh wahyu, sebaliknya hanya nubuat-nubuat yang bisa ditemukan di sana-sini. Dengan demikian, kitab-kitab ini hanya memuat penggalan-penggalan para nabi.

Misalnya Yesaya memulai nubuatnya pada masa pemerintahan Uzia sebagaimana dikisahkan oleh penulis

kitab ini pada ayat pertama9) Lalu, menurut penulis ini pula, dia tidak hanya menyampaikan nubuat saja, melainkan juga menulis semua pekerjaan raja itu (lihat II Tawarikh 26:22).10) Tetapi sayang, kita tidak memiliki tulisan ini. Bahkan, yang masih ada pada kita mengenai tulisan itu pun telah dinukil dari buku Sejarah Raja-raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel, seperti telah kita jelaskan pada bagian terdahulu. Setelah itu perlu ditambahkan lagi bahwa nubuat nabi ini -sebagaimana dikatakan oleh para robi- berlangsung hingga masa pemerintahan Manasye,11) raja yang akhirnya membunuhnya. Dengan demikian, meskipun cerita ini bisa dianggap mitologi, tetapi menunjukkan bahwa mereka tidak menemukan nubuat-nubuat Yesaya secara lengkap.

Hal yang sama juga terjadi pada nubuat-nubuat Yeremia. Nubuat-nubuat yang disusun bak sebuah novel ini juga merupakan kumpulan penggalan-penggalan yang diambil dari buku sejarah yang bermacam-macam. Selain itu juga merupakan perpaduan yang tidak teratur dan tidak memperhatikan urutan sejarah. Cerita yang ada di dalamnya pun banyak yang diulang-ulang. Misalnya, kita mendapatkan fasal 21 menyinggung sebab penangkapan Yeremia12) yang pertama kali. Saat itu, dia dimintai petunjuk oleh Zedekia13) lalu meramalkan bahwa kota Yerusalem akan hancur. Selanjutnya penuturan berhenti di sini.

Fasal berikutnya, yaitu fasal 22 sudah berganti cerita. Dalam fasal itu Yeremia menyampaikan pidato kepada raja Konya Yoyakhin14) yang memerintah sebelum Zedekia. Ketika itu, Nabi Yeremia meramalkan bahwa dirinya akan ditawan.15) Pada fasal 25, pembicaraan itu mundur lagi ke zaman yang lebih lama, yaitu mengenai wahyu yang diturunkan pada tahun keempat dari masa pemerintahan Yoyakim.16) Peristiwa-peristiwa yang dituturkan dalam fasal-fasal berikutnya malah mundur lagi ke belakang, yaitu tentang wahyu yang dialami oleh Nabi Yeremia pada tahun pertama dari masa pemerintahan raja ini.

Demikianlah penumpukan nubuat-nubuat itu terus berlangsung tanpa memperhatikan urutan waktu. Baru pada fasal 38 pembicaraan itu kembali lagi ke kisah yang dimulai pada fasal 21. Seolah lima belas fasal yang terdapat di antara dua fasal itu (21 dan 37) sekadar lanturan saja.17) Konteks pembicaraan yang dimulai pada fasal 38 berkaitan dengan ayat 8, 9 dan 10 dari fasal 21.18) Di tempat ini juga diselipkan kisah penangkapan Yeremia untuk yang terakhir kalinya dengan cara yang jauh berbeda dengan kisah yang terdapat dalam fasal 37.

Selain itu juga menuturkan sebab penangkapan yang juga sangat berbeda.19) Dengan demikian, terlihat jelas kepada kita, bagian dari kitab Yeremia ini merupakan kumpulan kisah yang diambil dari berbagai macam sumber. Tidak ada tafsiran lain atas kekacauan ini selain itu. Sedangkar nubuat-nubuat lain yang terdapat dalam fasal-fasal di mana Yeremia menyampaikannya dengan kata ganti orang pertama, telah dinukil dari kitab Barukh yang didiktekan sendiri oleh Yeremia. Kitab ini (sebagaimana terlihat jelas dalam fasal 36:1) hanya memuat wahyu yang terjadi pada diri nabi ini sejak zaman Yosia hingga tahun keempat dari masa pemerintahan Yoyakim,20) yaitu masa kitab Yeremia memulai perannya. Selain nubuat-nubuat itu, ayat-aya yang tersebut dalam fasal 35 ayat 2 hingga fasal 51 aya 59 juga diambil dari kitab Barukh.21)

Kitab Nabi Yehezkiel juga tidak jauh beda. Dari ayat­ayat pertamanya, tampak jelas bahwa kitab ini merupakan potongan-potongan. Siapa dari kita yang tidak mengetahui bahwa konteks permulaan kitab ini menyebutkan hal-hal yang terjadi di masa lalu kemudian mengikatnya dengan yang akan datang?22) Bukan hanya konteks, tetapi ayat-ayat itu sendiri menyiratkan adanya bagian yang hilang.

Misalnya, umur nabi yang sudah mencapai tiga puluh tahun pada awal kitab itu menunjukkan bahwa kisah ini tidak bercerita dari awal kenabian, tetapi terusannya.23) Dan ternyata sang penulis merasakan hal itu juga, dalam kata­katanya yang tersebut dalam ayat 3: " Firman TUHAN kepada imam Yehezkiel anak Busi, di negeri orang Kasdim (Kaldea) di tepi sungai Kebar, dan di sana kekuasaan TUHAN meliputi dia." Seolah dia ingin mengatakan, "Kata-kata Yehezkiel yang disebutkan hingga saat itu berhubungan dengan wahyu lain.

Berhubungan dengan wahyu yang terjadi pada dirinya sebelum mencapai umur tiga puluh tahun. Di samping itu, dalam buku Sejarah Yahudi Kuno, buku 10, fasal 7, Yusuf, penulisnya menuturkan bahwa berdasarkan nubuat Yehezkiel, Zedekia tidak akan pernah melihat Babel. Tetapi, kita tidak pernah membaca hal semacam ini dalam kitab yang ada di depan kita. Sebaliknya, dalam fasal 17, kita malah mendapatkan Zedekia dihalau sebagai tawanan ke Babel.24)

Mengenai kitab Hosea kita tidak bisa mengatakan secara pasti, bahwa kitab ini pada awalnya jauh lebih panjang daripada kitab yang saat ini memakai namanya. Tetapi kami benar-benar heran mengapa kita tidak mengetahui lebih banyak daripada keterangan kitab itu tentang orang yang pernah hidup selama delapan puluh empat tahun lebih, sebagaimana disaksikan oleh kitab itu sendiri.

Tetapi, paling tidak, secara umum kita tahu bahwa orang-orang yang membukukan kitab-kitab para nabi tidak mengumpulkan nubuat semua nabi, sebagaimana juga tidak pernah mengumpulkan seluruh nubuat nabi-nabi yang kita kenal. Misalnya, kita tidak tahu apa-apa mengenai para nabi yang nubuat mereka terus berlangsung pada masa pemerintahan Manasye. Padahal telah disinggung secara global dalam kitab II Tawarikh (33:10, 18, 19).25) Kita juga tidak tahu apa-apa mengenai nubuat dua belas nabi26) yang tersebut dalam Alkitab. Misalnya tentang Nabi Yunus hanya disebutkan nubuatnya mengenai orang Ninive saja, padahal dia juga termasuk nabi bani Israel, sebagaimana kita lihat dalam kitab Raja-Raja (II Raja-Raja 14:25.)27)

Mengenai kitab Ayub dan Ayub sendiri, telah terjadi diskusi yang panjang di kalangan para ahli tafsir. Sebagian mereka berpendapat bahwa kitab ini ditulis oleh Musa, tetapi sekadar kisah fiksi yang digunakan untuk nasihat. Beberapa orang imam mengatakan hal ini. Ibnu Maimun dalam bukunya yang berjudul Moreh Nebuchim juga berpendapat yang mirip dengan hal ini. Kemudian ada yang berpendapat juga bahwa kisah itu adalah kisah nyata. Menurut sebagian dari kelompok yang terakhir ini, dia hidup pada masa Yakub bahkan mengawini anaknya, Dina. Di sisi lain, Ibnu Ezra yang pernah kami sebutkan pada bagian terdahulu, mengatakan bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain.

Seandainya saja dia menjelaskan pernyataan itu dengan dalil yang lebih jelas niscaya kita bisa mengetahui bahwa selain bangsa Yahudi juga memiliki kitab suci. Untuk itu kami membiarkan masalah ini menggantung, meskipun kami yakin bahwa Ayub berasal dari luar Yahudi. Penyabar, mula-mula jaya, mengalami cobaan dan akhirnya sangat bahagia. Dalam Yehezkial fasal 14 ayat 14 disebutkan bersama nabi-nabi lain.28) Selanjutnya, kami berpendapat juga bahwa jatuh-bangunnya kehidupan Ayub dan kesabarannya dalam menghadapi segala malapetaka itu memberikan kesempatan lebih banyak untuk membicarakan asuhan (inayah) Allah. Atau paling tidak, telah memberikan kesempatan kepada penulis kitab ini untuk mengarang dialog yang tema dan gayanya tidak tampak berasal dari orang yang menderita, diburu penyakit dan ditimbun debu... tetapi berasal dari orang yang mengkonsentrasikan diri untuk merenung di tempat yang dikhususkan bagi para pujangga.

Barangkali, kami cenderung untuk mengatakan seperti Ezra bahwa kitab ini memang diterjemahkan dari bahasa lain karena mengingatkan kita akan sebuah syair non-Yahudi, yaitu disebutkannya bapak segala dewa yang ingin mengadakan pertemuan sebanyak dua kali, tetapi Momos,29) yang di sini dinamakan Iblis menyampaikan firman Allah dengan banyak perubahan... demikian seterusnya. Namun begitu, ini hanya sekadar dugaan yang tidak pasti.

Selanjutnya, mari kita berpindah ke kitab Daniel. Tidak diragukan lagi bahwa kitab ini memuat teks yang ditulis oleh Daniel sendiri mulai dari fasal 8. Adapun tujuh fasal sebelumnya30) kami tidak tahu dari mana sumbernya. Karena ditulis dalam bahasa Kasdim (Aram) kecuali fasal 1, kita bisa menduga telah diambil dari buku-buku sejarah Kasdim. Kalau saja hal ini bisa dibuktikan dengan jelas, niscaya akan menjadi bukti kuat atas kebenaran ide yang mengatakan bahwa suatu kitab itu dikatakan suci karena dengan perantaraannya, kita bisa mengetahui makna segala sesuatu yang ditunjukkannya, bukan karena kita mengetahui kosa kata, bahasa dan ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk menyatakan segala sesuatu itu.

Jika hal ini terbukti maka buku-buku akidah atau sejarah yang memuat ajaran-ajaran kebaikan juga bisa dinamakan suci. Apapun bahasanya dan siapa pun bangsa yang dituju. Terlepas dari itu semua, paling tidak kita bisa menyebutkan bahwa fasal-fasal ini ditulis dalam bahasa Kasdim.

--------------------------------------------------------------------------------

Catatan :

1). Perkiraan ini jika kita bisa menamai perkiraan dengan keyakinan- berdasar pada sisa silsilah raja Yekhonya yang tersebut dalam kitab I Tawarikh (f'asal 3). Sisa silsilah itu berlanjut hingga anak-anak Elyoenai yang merupakan generasi ketiga dari Yekhonya. Kita harus menyebutkan juga bahwa raja Yoyakim ini saat ditawan tidak mempunyai anak, dan tampaknya mendapatkan anak saat berada dalam tawanan itu. Hal ini bisa kita duga dari nama-nama yang dia berikan kepada anak-cucunya. Misalnya, Pedaya (yang berarti Allah membebaskan) -yang dalam fasal ini dianggap ayah Zerubabel- lahir pada tahun ketiga puluh tujuh atau ketiga puluh delapan sejak penawanan Yekhonya. Berarti tiga puluh tahun sebelum Koresh memberikan pengampunan kepada orang Yahudi. Dengan demikian, nampaknya, Zerubabel, saat diangkat oleh Koresh untuk menjadi bupati orang Yahudi, berumur tiga belas atau paling banter empat belas tahun. Tetapi kami memilih tidak memhahas masalah ini karena bahaya yang mungkin timbul pada zaman sekarang. Adapun orang yang tercerahkan, cukuplah bagi mereka isyarat sekilas, selanjutnya silakan mengikuti dengan sedikit teliti, silsilah Yekhonya yang tersebut dalam fasal 3 dari kitab I Tawarikh mulai ayat 17 hingga akhir fasal, kemudian membandingkan naskah bahasa Ibrani dengan naskah Septuaginta (Tujuh puluhan). Mereka akan mengetahui dengan mudah bahwa teks kitab-kitab ini ditulis setelah Yudas Makabe membangun kembali kota Yerusalem, yaitu waktu hilangnya kekuasaan dari tangan cucu-cucu Yekhonya, bukan sebelumnya. (Sp)

Spinoza berpendapat bahwa para imam sengaja menghaptt s keturunan Yoyakhin setelah Elyoenai, kemudian menyandangkan kitab Tawarikh I dan II kepada mereka ini.

Yekhonya adalah nama lain dari Yoyakhin. Raja Yehuda ke-19 (597).

Yudas Makabe adalah anak ketiga Matatias. Setelah ayahnya meninggal memimpin pemberontakan melawan Antiakhus Eupator untuk membebaskan orang Yahudi dan memenangkan banyak pertempuran dengan komandan-komandan raja (I Makabe 3:1-4, 35) Selanjutnya memasuki Yerusalem dan membersihkan rumah Tuhan. Setelah itu, dia meneruskan perlawanannya di Yordania Timur untuk membebaskan orang Yahudi yang ada di sana. Tetapi Lysias malah kembali ke Filistin, mengalahkannya dan menguasai Yerusalem ( I Makabe 6). Setelah berkuasa, Lysias mengangkat Alkimos sebagai imam agung atas persetujuan Hasidim. Akibatnya, orang Yahudi mengumumkan perlawanan terhadap imam baru. Dintitrius I mengutus Bosides untuk melantik imam, tetapi dibunuh oleh orang Yahudi. Alkimus pergi ke Antiokhia. Setelah itu, Dinutrius mengutus panglimanya, Nakanor tetapi dikalahkan oleh Makabe (I Makabe 7:32). Makabe lalu bersekutu dengan Romawi (I Makahe 8). Tetapi pada waktu diutusnya senat Romawi ke Dimitrius. Kidus mengalahkan Yehuda hingga menemui ajalnya.

Koresh: Cyrus, raja Persia dari kabilah Pazargad yang menggabungkan diri ke dalam kabilah-kabilah lain dan membentuk bangsa Persia.


2). Tawarikh 9:1 Seluruh orang Israel telah terdaftar dalam silsilah; mereka tertulis dalam kitab raja-raja Israel, .sedang orang Yehuda telah diangkut ke dalam pembuangan ke Babel oleh karena perbuatan mereka yang tidak.setia.

I Tawarikh 9:17 Penunggu-penunggu pintu gerbang ialah Salum, Akub, Talmon dan Ahiman, dengan sanak saudara mereka; Salum ialah kepala.


3). Nehemia 11:19 Para penunggu pintu gerbang: Akub dan Talmon dengan saudara-saudara mereka yang mengadakan penjagaan di pintu-pintu gerbang, berjumlah seratus tujuh puluh dua orang.

4). Orang Yahudi menolak kitab Kebijaksanaan Salomo karena naskah aslinya berbahasa Yunani, bukan Ibrani.

5). Kira-kira tahun 621 S.M. pada masa pemerintahan raja Yosia (lihat catatan berikut).

6). Philon d'Alexandrie: Filosof Yahudi terkenal. Lahir di Alexandria, Mesir sekitar tahun 20 S.M. dari keluarga kahin. Peristiwa terpenting dalam hidupnya adalah keikutsertaannya dalam delegasi yang dikirim oleh umat Yahudi untuk menemui kaisar Kaligula sekitar tahun 40 S.M. ketika kaisar ini bemiat untuk membuat patung dirinya di kuil Yerusalem.

Karya terpenting Philon adalah tafsiran-tafsiran simboliknya atas kitab Kejadian dan Taurat Musa. Bertujuan untuk menjelaskan keselarasan ajaran-ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani. Bahkan menurutnya. filsafat Yunani telah diambil dari wahyu Nabi Musa.

Pengaruh Philon sangat tampak dalam injil-injil dan surat­surat Paulus. Misalnya dalam teori kalimah (firman) dalam Injil keempat. Dan komparasi Paulus antara jasad dan roh atau antara Adam rohani (Almasih) dengan Adam jasadi (Korintus 1, 15:45-49).

7). Cucu Yosia (pen. )

8). Yosia: raja Yehuda keenam belas (640-609 S.M.). Anak Amon, cucu Manasye. Naik takhta menggantikan ayahnya. Pada tahun 627 S.M. membersihkan kuil Yerusalem dari semua praktek ibadah yang bertentangan dengan agama Yahwe (II Tawarikh 34:3-7). Akhirnya, mati dibunuh oleh Firaun Nekho dalam pertempuran di Megido (II Raja-Raja 23:29, 30).

9). Yesaya 1:1. Penglihatan yang telah dilihat Yesaya bin Amnos tentang Yehuda dan Yerusalem dalam zaman Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda.

10). Il Tawarikh 26:22 Selebihnya dari riwayat Uzia, dari awal sampai akhir, ditulis oleh nabi Yesaya bin Amos.

11). Manasye: raja Yehuda keempat belas (687-642). Putra Hizkia. Menjadi raja saat berumur dua belas tahun. Mempunyai kebijaksanaan yang berbeda dengan ayahnya. Menyebarkan penyembahan dewa Baal, tentara langit dan banyak dewa-dewa pagan. Untuk dewa-dewa itu dia bangunkan rumah-rumah di dalam rumah Tuhan. Mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api meramal dan membaca bintang-bintang, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal (II Raja-Raja 21:1­19). Mcnindas para pengikut Yahwe. Kemungkinan besar membunuh Yesaya pada masa tuanya (II Raja-Raja 21:16). Pengaruhnya masih tetap hertahan selama empat puluh tahun (Yeremia 7:9, 8:2).

12). Yeremia 21:4-6 Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku akan membalikkan senjata perang yang kamu pegang, yang kamu pakai berperang melawan raja Babel dan melawan orang-orang Kasdim yang mengepung kamu dari luar tembok; Aku akan mengumpulkannya ke dalam kota ini. Aku sendiri akan berperang melawan kamu dengan tangan yang teracung, dengan lengan yang kuat, dengan murka, dengan kehangatan amarah dan dengan kegusaran yang besar. Aku akan memukul penduduk kota ini, baik manusia maupun binatang; mereka akan mati oleh penyakit sampar yang hebat.

13). Zedekia raja Yehuda terakhir (597-586). Menggantikan saudara sepupunya, Yoyakhin atas perintah Nebukadnezar setelah pengepungan Yerusalem yang pertama. Kepribadiannya sangat lemah tidak tegas dan masih muda (21 tahun). Memenjarakan Yeremia karena sarannya tidak berkenan di hatinya (Yeremia 37:15). Ketika sekutu negara-negara Filistin dan Mesir melawannya, Nebukadnezar datang dan mengepung Yerusalem selama delapan belas bulan. Setelah meminta saran ke Yeremia lagi dia diberitahu akan jatuh ke tangan raja Babel (Yeremia 37:17, 38:14). Ketika orang-orang Babel tiba di Yerusalem, lari ke Yerikho bersama keluarganya. Namun tertangkap juga dan disembelih beserta segenap keluarganya.

14). Dalam fasal ini disebut Konya bin Yoyakim, kependekan dari Yekhonya, nama lain dari Yoyakhin.

15). Yeremia 22:3 Beginilah firman TUHAN: lakukanlah keadilan dan kebenaran, lepaskanlah dari tangan pemerasnya orang yang dirampas haknya, janganlah engkau menindas dan janganlah engkau memperlakukan orang asing, yatim dan janda dengan keras, dan janganlah engkau menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini!

Yerenua 22:5 Tetapi jika kamu tidak mendengarkan perkataan-perkataan ini, maka Aku sudah bersumpah demi diri-Ku, dernikianlah firman TUHAN, bahwa istana ini akan menjadi reruntuhan.

Yeremia 22:7 Aku akan menetapkan pemusnah-pemusnah terhadap engkau, masing-masing dengan senjatanya; mereka akan menebang pohon aras pilihanmu dan mencampakkannya ke dalam api.


16). Yeremia 25:1 Firman yang datang kepada Yeremia tentang segenap kaum Yehuda dalam tahun keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, yaitu dalam tahun pertama pemerintahan Nebukadnezar, raja Babel.

17). Spinoza ingin menyebutkan ayat-ayat pertama beberapa fasal dalam kitab Yeremia dan menunjukkan perangkaian yang serampangan, seperti:

37:1 Zedekia bin Yosia menjadi raja menggantikan Konya bin Yoyakim; Nebukadnezar, raja Babel, telah mengangkat dia menjadi raja atas negeri Yehuda.

29:1 Beginilah bunyi surat yang dikirirn oleh nabi Yeremia dari Yerusalem kepada tua-tua di antara orang buangan, kepada imam-imam, kepada nabi-nabi dan kepada seluruh rakyat yang telah diangkat ke dalam pembuangan oleh Nebukadnezar dari Yerusalem ke Babel.

30:1 Firman vang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:

32:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia dalam tahun yang kesepuluh pernerintahan Zedekia, raja Yehuda; itulah tahun yang kedelapan belas pemerintahan Nehukadnezar.

33:1 Datanglah firman TUHAN untuk kedua kalinya kepada Yeremia, ketika ia masih terkurung di pelataran penjagaan itu, bunyinya:

34:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, ketika Nebukadnezar, raja Babel dan segala tentaranya, segala kerajaan di bumi yang dibawah pemerintahannya, dan segala bangsa berperang melawan Yerusalem dan segala katanya:

35:1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia di zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, bunyinya:

36:1 Dalam tahun yang keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:

18). Fasal 38 dimulai dengan ungkapan seperti berikut ini (1-3): ... perkataan yang tidak henti-henti diucapkan oleh Yeremia kepada segenap orang banyak itu: "Beginilah firman TUHAN: Siapa yang tinggal di kota ini akan mati karena pedang, karena kelaparan dan karena penyakit sampar; tetapi siapa yang keluar dari sini mendapatkan orang Kasdim, ia akan tetap hidup; nyawanya akan menjadi jarahan baginya dan ia telap hidup. Beginilah firman TUHAN: Kota ini akan pasti diserahkan ke dalam tangan tentara raja Babel yang akan merebutnya. "

Ayat-ayat ini sama dengan ayat-ayat yang ada dalam 21 (8­10): 21:8. Tetapi kepada bangsa ini haruslah kau katakan: Beginilah firman TUHAN: "Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian. Siapa yang tinggal di kota ini akan mati karena pedang, karena kelaparan dan karena penyakit sampar; tetapi siapa yang keluar dari sini dan menyerahkan diri kepada orang-orang Kasdim yang mengepung kamu, ia akan tetap hidup; nyawanya akan menjadi jarahan baginya. Sebab Aku telah menentang kota ini untuk mendatangkan kecelakaan dan bukan untuk mendatangkan keberuntungannya, demikianlah firman TUHAN. Kota ini akan diserahkan ke dalam tangan raja Babel yang akan membakarnya habis dengan api. "

19). Fasal 37 (11-15) menceritakan penangkapan Yeremia dengan cara seperti berikut:

11-15 Ketika tentara orang Kasdim itu telah angkat kaki dari Yerusalem oleh karena takut kepada tentara Firaun, maka keluarlah Yeremia dari Yerusalem untuk pergi ke daerah Benyamin dengan maksud mengurus di sana pembagian warisan di antara kaum keluarga. Tetapi ketika ia sampai ke pintu gerbang Benyamin, maka di sana ada seorang kepala jaga yang bernama Yeria bin Selemya bin Hananya: ia menangkap nabi Yeremia sambil berteriak: "Engkau mau menyeberang kepada orang Kasdim!" Dan sekalipun Yeremia menjawab: "Itu bohong, aku tidak hendak menyeberang kepada orang Kasdim!", tetapi Yeria tidak mendengarkan, lalu ia menangkap Yeremia dan membawanya menghadap para pemuka. Para pemuka ini menjadi marah kepada Yeremia: mereka memukul dia dan memasukkannya ke dalam rumah tahanan, rumah panitera Yonatan itu; adapun rumah itu telah dibuat mereka menjadi penjara.

Sedang fasal 38 ayat 6 dan seterusnya menuturkan penangkapan Yeremia dengan cara berikut:

38:6 Maka mereka mengambil Yeremia dan memasukkannya ke dalam perigi milik pangeran Malkia yang ada di pelataran penjagaan itu; mereka menurunkan Yeremia dengan tali. Di perigi itu tidak ada air, hanya lumpur, lalu terperosoklah Yeremia ke dalam lumpur itu.


20). Yeremia 36:1, 2 Dalam tahun yang keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, datanglah firman ini dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: "Ambilah kitab gulungan dan tulislah di dalamnya segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu mengenai Israel, Yehuda dan segala bangsa, dari sejak Aku berbicara kepadamu, yakni dari sejak zaman Yosia, sampai waktu ini.

21). Ayat yang pertama (Yeremia 45:2) dengan terus terang menunjukkan hal itu: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel, tentang engkau, hai Barukh! Pembicaraan ini berakhir pada ayat yang kedua (Yeremia 51:59): Pesan yang diberikan nabi Yeremia kepada Seraya bin Neria bin Mahseya, ketika Seraya pergi bersama-sama Zedekia, raja Yehuda, ke Babel pada tahun yang keempat dari pemerintahannya--Seraya waktu itu adalah kepala perlengkapan.

22). Dari empat ayat pertama yang disebutkan oleh Spinoza, terlihat jelas bahwa tiap ayat dari kitab Yehezkiel itu merupakan permulaan dari teks baru:

1:1 Pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah.

1:2 Pada tanggal lima bulan itu, yaitu tahun kelima sesudah raja Yoyakhin dibuang,

1:3 datanglah firman TUHAN kepada imam Yehezkiel, anak Busi, di negeri orang Kasdim di tepi sungai Kebar, dan di .suna kekuasaan TUHAN meliputi dia.

1:4 Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam; di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat.


23). Yehezkiel 1:1 Pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu, ketika , aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah.

24). Yehezkiel 17:12 "Katakanlah kepada kaum pemberontak: Tidakkah kamu mengetahui apa artinya ini? Katakan: Lihat, raja Babel datang ke Yerusalem dan ia mengambil rajanya dan pemuka­pemukanya dan membawa mereka ke Babel baginya. "

25). II Tawarikh 33:10 Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Manasye dan rakyatnya, tetapi mereka tidak menghiraukannya.

II Tawarikh 33:18, l9 Selebihnya dari riwayat Manasye, doanya kepada Allahnya, dan ucapan-ucapan para pelihat yang berkata-kata kepadanya dengan nama TUHAN, Allah Israel, sesungguhnya semuanya itu terdapat dalam riwayat raja-raja Israel. Doanya dan pengabulan doanya, segala dosa dan ketidaksetiaannya, semua tempat di mana ia telah membangun bukit-bukit pengorbanan serta mendirikan tiang-tiang berhala dan patung-patung sebelum ia merendahkan diri, sesungguhnya semuanya itu tertulis dalam riwayat para pelihat.

26). Nubuat dua belas nabi adalah dua belas kitab nabi yang ukurannya lebih kecil, yaitu menurut urutan sejarah: Amos, Hosea, Mikha, Zefanya, Nahum, Habakuk. Hagai, Zakharia, Obaja, Yunus, Maleakhi dan Yoel. (H.H)


27). II Raja-Raja 14:25 Ia mengembalikan daerah Israel, dari jalan masuk ke Hamat sampai ke Laut Araba sesuai dengan firman TUHAN, Allah Israel, yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan hamha-Nya, nabi Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer.

28). Yehezkial 14:14 biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.

29). Momos (Momus) dewi Yunani yang menggambarkan tokoh parodi pedas. Putri malam dan saudara perempuan Hesperides. (H.H.)

30). Fasal 8 adalah satu-satunya fasal yang menggunakan kata ganti orang pertama. Daniel 8:1 Pada tahun yang ketiga pemerintahan raja Belsyazar, nampaklah kepadaku. Daniel, suatu penglihatan sesudah yang tampak kepadaku dahulu itu.

Sedang tujuh fasal pertama menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada raja Yoyakim, Nebukadnezar, Belsyazar dan Darius.

Read More...

Kodivikasi Vs Penulisan

Telaah lain mengenai kitab-kitab yang sama, apakah Ezra adalah orang terakhir yang merumuskannya? Apakah catatan-catatan yang ada di pinggir manuskrip-manuskrip Ibrani adalah aneka ragam bacaan?


Tampak jelas dari teks-teks yang sama dengan yang kita nukil dalam fasal lalu untuk mendukung pandangan kita, bahwa pencarian penulis asli yang akan kita lakukan dalam fasal ini sangat diperlukan dalam memahami teks-teks itu. Tanpa pencarian ini, teks-teks tersebut tampak tak jelas. Sebetulnya masih banyak tema lain dari Alkitab yang layak diperhatikan, namun menyebarnya mitologi telah menghalangi masyarakat umum untuk memperhatikannya.

Adapun tema pokok dalam fasal ini adalah bahwa Ezra (yang kami anggap sebagai penulis asli, selama tidak ada orang yang menemukan penulis lain dengan dalil yang lebih kuat) ternyata bukan perumus terakhir dari riwayat­riwayat yang terkandung dalam kitab-kitab itu. Yang dia lakukan hanya mengumpulkan riwayat-riwayat yang ada pada penulis-penulis lain. Kadang-kadang hanya menyalin dan mentransmisikan kepada generasi selanjutnya seperti apa adanya, tanpa diperiksa ulang atau ditertibkan lebih dulu. Selanjutnya kami tidak bisa menduga sebab apa saja yang menghalangi dirinya untuk menyempurnakan pekerjaannya ini dengan seluruh perhatiannya (jika bukan mati muda). Tetapi, meski karangan-karangan para penutur terdahulu telah hilang, potongan-potongan yang tersisa hingga kini membuktikan hal itu dengan sangat jelas.

Misalnya kisah Hizkia yang dimulai dari ayat 17 fasal 18 dari kitab II Raja-Raja merupakan salinan dari kisah Yesaya yang dinukil dalam kitab raja-raja Yehuda. Dalam kitab Yesaya yang terkandung dalam kitab Raja­raja Yehuda itu (lihat II Tawarikh, fasal 32 satu ayat sebelum akhir) kisah ini bisa kita baca secara lengkap dengan redaksi yang ada di dalam kitab Raja-Raja, kecuali beberapa pengecualian yang sangat jarang. Tetapi, meskipun jarang, pengecualian-pengecualian itu telah menunjukkan adanya beberapa versi bacaan kisah Yesaya yang digabungkan satu sama lain. Kecuali, jika kita lebih memilih untuk bermimpi tentang adanya rahasia-rahasia dalam masalah ini. Dari sisi lain, fasal terakhir dari kitab I Raja-Raja ini juga tersebut dalam fasal terakhir dari kitab Yeremia.

Kita juga mendapatkan fasal 7 dari kitab II Samuel disebutkan lagi dalam kitab I Tawarikh (fasal 17). Meski begitu, banyak terdapat perbedaan redaksi dalam beberapa paragrapnya. Hal itu membangkitkan rasa heran dan

akhirnya memaksa kita untuk meyakini bahwa dua fasal itu dinukil dari dua versi yang berbeda dari kisah Natant.

Terakhir, kita mendapatkan silsilah keturunan rajaraja Edom seperti tersebut dalam kitab Kejadian, fasal 367) mulai dari ayat 31 disebut lagi dengan redaksi yang sama dalam kitab I Tawarikh (fasal 1) , meskipun dapat dipastikan bahwa penulis kitab ini menukil dari para penutur lain, bukan dari sandangkan kepada Ezra.

Selanjutnya, tidak diragukan lagi, jika kita masih mempunyai tulisan-tulisan para penutur itu, kita akar memecahkan masalah itu dengan mudah. Tetapi, karena tulisan-tulisan itu telah hilang, kita hanya bisa meneliti riwayat-riwayat itu sendiri dari sisi susunannya rangkaiannya, pengulangannya dengan beberapa perubahan dan perbedaannya dalam menentukan tahun. Jika hal ini telah selesai kita lakukan akan sangat mudah bagi kita untuk menilai masalah-masalah lain.

Dengan demikian, marilah kita memeriksa riwayat riwayat itu, atau paling tidak riwayat-riwayat yang utama. Mari memulainya dari kisah Yehuda dan Tamar9) yang dibuka oleh penutur dalam kitab Kejadian (fasal 38) demikian: Pada waktu itu Yehuda meninggalkan saudara saudaranya. Terlihat dengan jelas bahwa waktu yang tersebut di sini berhubungan dengan waktu lain yang dia

sebutkan sebelum itu. Bukan waktu yang dibicarakan oleh kitab Kejadian tepat sebelum itu. Sebetulnya, waktu yang membentang dari kedatangan Yusuf di Mesir untuk yang pertama kalinya hingga kepergian Yakub bersama segenap keluarganya ke sana tidak lebih dari dua puluh dua tahun. Yusuf berumur tujuh belas tahun, saat dijual oleh saudara­saudaranya dan tiga puluh tahun saat dikeluarkan Firaun dari penjara.

Jika kita tambahkan kepada tiga belas tahun ini, tujuh tahun kemakmuran dan dua tahun paceklik jumlahnya menjadi dua puluh dua tahun. Meski begitu, seseorang tidak akan bisa membayangkan semua kejadian dalam waktu yang sangat singkat itu. Yang kami maksudkan adalah Yehuda menjadi ayah dari tiga anak dari satu-satunya perempuan yang dia kawini, perkawinan anak sulungnya dengan Tamar setelah mencapai usia kawin, perkawinan Tamar dengan anak keduanya setelah anak pertamanya meninggal dan setelah kematian anaknya yang kedua ini, yakni setelah dua perkawinan dan dua kematian ini, Yehuda menggauli bekas isteri dua anaknya tanpa dia ketahui dan melahirkan dua anak kembar yang salah satunya juga sudah menjadi bapak dalam waktu yang sangat singkat itu. Karena merupakan sesuatu mustahil jika semua kejadian itu terjadi dalam waktu sangat singkat yang tersebut dalam kitab Kejadian harus dikembalikan ke waktu lain yang sebelumnya telah dibicarakan oleh kitab lain. Dari situ, kisah ini pasti dinukil oleh Ezra lalu dimasukkan ke dalam teks begitu saja tanpa diperiksa kembali.

Bahkan tidak hanya dalam fasal ini saja. Sebaliknya berlaku bagi semua kisah Yusuf dan Yakub. Karena sebab ini harus diakui bahwa kisah-kisah itu disimpulkan dan dinukil dari beberapa orang penutur dengan bukti adanya perbedaan-perbedaan antarbanyak bagiannya. Misalnya dalam kitab Keluaran, dituturkan bahwa Yakub saat dibawa Yusuf menghadap Firaun untuk yang pertama kali, usianya sudah seratus tiga puluh tahun. Jika kita kurangi dua puluh tahun kesediahannya atas hilangnya Yusuf, tujuh belas tahun umur Yusuf saat dijual oleh saudara-saudaranya dan tujuh tahun Yakub melayani Rahel, kita akan mendapatkan bahwa usianya sudah sangat lanjut (yakni delapan puluh empat tahun) saat mengawini Lea.

Di sisi lain, usia Dina13) baru sekitar tujuh tahun saat diperkosa oleh Syakim, umur Simeon dua belas tahun dan umur Lewi sekitar sebelas tahun ketika mereka menghancurkan kota yang disebutkan dalam Kejadian dan membunuh semua penduduknya dengan pedang. Selanjutnya, kita tidak perlu membahas seluruh isi Pentateukh, anakhronisme (kekacauan penempatan waktu) dan pengulangan yang terus-menerus dari kisah-kisah yang sama disertai perubahan yang terkadang sangat serius, untuk bisa menerima bahwa kita sedang berada di depan kumpulan teks yang bertumpuk-tumpuk yang jika diperiksa dan ditertibkan akan mudah dibaca. Hal ini tidak hanya berlaku pada Pentateukh saja, tetapi juga berlaku pada seluruh riwayat yang terkandung dalam tujuh kitab yang lain hingga penghancuran kota Yerusalem. Semua itu adalah riwayat-riwayat yang dikumpulkan dengan cara yang sama.

Siapa di antara kita yang tidak merasakan bahwa ketika membaca fasal 2 dari kitab Hakim-Hakim mulai dari ayat 6, sudah berada di depan penutur baru? Yaitu penutur yang sebelumnya sudah menuliskan sejarah lama Yosua. Kata-katanya dinukil seperti apa adanya. Coba perhatikan, setelah menceritakan kematian dan penguburan Yosua pada fasal terakhir dari kitabnya, si penutur pertama berjanji di awal kitab I Hakim-Hakim akan menceritakan kejadian-kejadian setelah kematian Yosua. Dengan demikian jika penutur ini ingin meneruskan alur ceritanya, bagaimana mungkin dia menghubungkan janji yang baru saja dia ucapkan ini dengan kisah yang dimulai dengan kehidupan Yosua sendiri?

Fasal 17, 18 dan seterusnya dari kitab Samuel juga dinukil dari penutur yang berbeda dari penutur fasal-fasal sebelumnya. Penutur baru ini mengemukakan tafsiran yang berbeda dengan tafsiran fasal 16 atas pulang-pergi Daud ke istana Saul untuk yang pertama kali. Menurutnya Saul tidak memanggil Daud karena saran para menterinya (sebagaimana tersebut dalam fasal 16). Sebaliknya, Daud dikirim sendiri oleh ayahnya ke kemah, tempat saudara­saudaranya, dan secara kebetulan Saul melihatnya bisa mengalahkan orang Filistin Goliat. Sejak itu, Daud pun berada di istana Saul.

Read More...

Sejarah Penulisan Kitab Suci

Pembuktian bahwa Pentateukh, kitab Yosua, Hakim-Hakim, Rut, Samuel dan Raja-Raja tidak benar, setelah itu juga akan dibahas apakah kitab-kitab itu ditulis oleh banyak orang atau satu orang.

Dalam fasal lalu, kita telah membahas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang melandasi pengetahuan tentang kitab suci. Di sana juga telah kita jelaskan bahwa dasar dan prinsip itu tidak lain kecuali pengetahuan historis kritis tentang kitab suci itu. Tapi sayang, orang ­orang terdahulu meremehkan pengetahuan ini meskipun sangat penting. Dan meskipun mereka pernah menulis kemudian mentranmisikannya, tetapi telah hilang ditelan waktu. Akibatnya hilang juga dari kita sebagian besar dari dasar-dasar dan prinsip-prinsip itu.

Sebetulnya hal ini masih bisa ditolerir kalau saja para penerus tetap moderat dan secara jujur mentransmisikan kepada generasi akhir yang sedikit itu tanpa mencampurinya dengan pernyataan yang dia buat-buat. Pengkhianatan mereka inilah yang sebetulnya membuat data-data historis tentang kitab suci itu kurang bahkan bohong. Atau dalam kata lain, prinsip­prinsip yang melandasi pengetahuan tentang kitab suci itu bukan saja tidak cukup secara kuantitas sehingga tidak bisa dipakai landasan bagi sesuatu yang sempurna, tetapi juga cacat secara kualitas. Maka dari itu, kami bertekad untuk meluruskannya sekaligus membersihkan teologi dari penilaian masa lalu yang populer.

Tetapi kami takut jika usaha kami ini datang terlambat. Kondisi saat ini sudah sampai kepada batas di mana orang-orang tidak tahan lagi melihat ada orang yang meluruskan pandangan-pandangan mereka tentang agama. Dengan keras kepala mereka membela penilaian-penilaian terdahulu tertentu yang mereka pegang atas nama agama. Tidak ada tempat bagi akal kecuali pada segelintir orang saja. Sebaliknya penilaian-penilaian terdahulu tersebar luas di masyarakat. Meski begitu kami akan terus berusaha sampai akhir. Tidak ada alasan untuk betul-betul putus asa.

Agar kajian ini berjalan secara teratur akan dimulai dari penilaian penilaian terdahulu mengenai siapa saja yang menulis kitab suci. Untuk itu akan dimulai dengan orang­orang yang menulis kitab yang lima (Taurat). Orang-orang hampir semuanya meyakini bahwa yang menulis kitab-kitab itu adalah Musa. Bahkan kaum Farisi membela pendapat ini dengan penuh semangat.

Untuk itu mereka menganggap orang yang berkeyakinan selain itu telah kafir. Karena alasan ini Ibnu Ezra, seorang yang berpikir cukup bebas, ilmunya tidak bisa diremehkan dan sepengetahuan kami dialah yang pertama-tama mengetahui kesalahan ini, tidak mengungkapkan pendapatnya secara terus terang, sebaliknya hanya cukup dengan menyinggungnya dengan kata-kata yang samar. Kalau tidak takut untuk menjelaskannya dan menampakkan kebenaran dengan terang. Inilah kata-kata Ibnu Ezra saat menjelaskan kitab U langan, "Di seberang sungai Yordan... kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas... hukum Taurat dituliskan oleh Musa... waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran."

Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda. Untuk membuktikan pernyataannya itu dia menyebutkan:

Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab Ulangan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan. 1)

Seluruh kitab Nabi Musa as. yang asli dipahatkan dengan sangat jelas di tepi satu mezbah (altar) (Ulangan 27, Yosua 8:32)2) yang terdiri dari dua belas batu sesuai dengan jumlah imam. Hal ini berarti bahwa kitab Nabi Musa yang asli jauh lebih kecil daripada lima kitab yang beredar saat ini. Inilah barangkali yang dimaksudkan oleh Ibnu Ezra dalam kata-katanya, "kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas" kecuali jika dia memaksudkan dua belas kutukan yang tersebut dalam fasal sebelumnya dalam kitab Ulangan.

Ibnu Ezra barangkali menyangka bahwa pada awalnya semua kutukan itu tidak dimasukkan ke dalam kita hukum. Baru setelah M usa membukukan kitab hukum, dia memerintahkan orang-orang Lewi untuk membacanya demi memaksa rakyat agar bersumpah untuk menerapkan hukum. Dua belas yang dimaksud oleh Ibnu Ezra itu bisa jadi juga fasal terakhir dari kitab Ulangan yang membahas kematian Musa. Fasal ini terdiri dari dua belas ayat. Namun tidak ada manfaatnya kita terlalu mencurahkan perhatian kepada dugaan-dugaan ini begitu juga dugaan-dugaan yang diciptakan oleh orang lain.

Seperti kita tahu, Ibnu Ezra juga menyebutkan bahwa dalam kitab Ulangan ada ayat yang mengatakan, "hukum taurat dituliskan oleh Musa" (12:9-10). Mustahil kiranya, kalimat ini ditulis oleh Musa as. sendiri. Kata-kata ini pasti ditulis oleh orang lain yang menceritakan sabda-sabda dan pekerjaan­ pekerjaan Musa.

Ibnu Ezra menyebutkan ayat dari Kitab Kejadian (12 : 1) yang menceritakan perjalanan Nabi Ibrahim as. di negeri Kanaan lalu menyebutkan komentar penutur yang berbunyi, "waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu..." (Kejadian 12 : 6). Komentar ini menunjukkan dengan jelas bahwa kondisi ketika kitab itu ditulis sudah berubah, yakni orang Kanaan sudah tidak berada di negeri itu lagi. Kata-kata ini pasti ditulis setelah kematian Musa dan setelah orang­ orang Kanaan diusir dan tidak menduduki daerah ­daerah itu lagi. Maksud ini diisyaratkan oleh Ibnu Ezra dengan mengatakan, "waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu..." Tapi bisa jadi sang penutur memaksudkan bahwa Kanaan cucu Nuh menguasai negeri ini, setelah sebelumnya dikuasai oleh orang lain.

Jika tidak, maka di sana ada rahasia yang tidak boleh diungkapkan oleh orang yang mengetahuinya. Maksudnya, jika Kanaan cucu Nuh menguasai belahan bumi itu, dan sang penutur ingin menjelaskan keadaannya tidak seperti itu ketika dikuasai oleh bangsa lain. Adapun, jika ternyata Kanaan adalah orang yang pertama-tama bertani di daerah-daerah itu (seperti disebutkan dalam fasal 10 dari kitab Kejadian)3) maka maksud penutur adalah bahwa keadaannya sudah tidak begitu lagi saat menulis. Dengan demikian penulis kitab itu bukanlah Musa. Pada masanya orang-orang Kanaan masih menduduki tanah itu. Inilah rahasia yang disembunyikan oleh Ibnu Ezra.

Dalam kitab Kejadian (22:14)4) disebutkan bahwa gunung Moria dinamai dengan gunung TUHAN.5) Padahal nama itu baru dipakai setelah pembangunan kuil dimulai, yaitu jauh setelah zaman Musa. Bahkan Musa tidak pernah menunjukkan tempat yang dipilih oleh TUHAN, dia hanya meramalkan bahwa TUHAN akan memilih suatu tempat yang memakai nama TUHAN.

Terakhir, dia menyebutkan bahwa dalam kitab Ulangan ada kata-kata yang ditambahkan oleh penulisnya ke dalam kisah Og raja Basan. "Hanya Og, raja Basan, yanq tinggal hidup dari sisa-sisa orang Refaim.6) Sesungguhnya, ranjangnya adalah ranjang dari besi, bukankah itu masih ada di kota Raba bani Amon? Sembilan hasta panjangnya dan empat hasta lebarnya, menurut hasta biasa. " (Ulangan 3 : 11).

Tambahan ini menunjukkan bahwa penulisnya hidup jauh setelah Nabi Musa as. wafat. Gayanya dalam bercerita adalah gaya seorang penulis yang menceritakan kisah-kisah kuno sekali. Untuk meyakinkan kebenaran kisahnya itu dia menyebutkan peninggalan-peninggalan yang masih ada hingga saat kisah itu diceritakan. Di samping itu, tidak diragukan lagi bahwa ranjang dari besi itu baru ditemukan pada masa Nabi Daud as. yang menguasai kota Raba itu (II Samuel 12 : 30). Selanjutnya, tambahan ini juga bukan satu-satunya.

Tidak lama kemudian, sang penutur menambahkan ke dalam kata-kata Musa penjelasan berikut ini: “ Yair anak Manasye, mengambil seluruh wilayah Argob sampai daerah orang Gesur dan orang Maakha, dan menamai daerah itu, menurut namanya sendiri, sebabagaimana juga menamainya dengan Basan, sampai sekarang di sana masih ada beberapa desa yang bernama Yair. "

Penulis katakan, si penutur kitab suci menambahkan kata-kata ini untuk menjelaskan kata-kata Musa yang tersebut sebelumnya. Yaitu, "Dan yang masih tinggal dari Gilead beserta seluruh Basan, kerajaan Og, yakni seluruh wilayah Argob, aku berikan kepada suku Manasye yang setengah itu. Seluruh Basan ini disebut negeri orang Refaim." Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Ibrani yang sezaman dengan penulis kitab ini mengetahui negeri Yair yang berafiliasi ke kabilah Yehuda. Tetapi mereka tidak tahu bahwa negeri itu pernah dikuasai oleh Argob dan bahwasanya dia adalah tanah Refaim. Oleh karena itu penulis terpaksa menjelaskan negeri yang dulu dinamai dengan nama itu. Di waktu yang sama dia juga harus menjelaskan mengapa pada waktu itu oleh penduduknya dinamai Yair padahal mereka berafiliasi ke kabilah Yehuda bukan Manasye (lihat I Tawarikh 2:21-22).7)

Demikianlah, kita telah menjelaskan pendapat Ibnu Ezra, juga ayat-ayat dari lima kitab yang dia sebutkan untuk menguatkan pendapatnya ini. Tetapi rupanya dia lupa menyebutkan hal yang lebih penting. Masih ada beberapa catatan lain yang lebih penting yang bisa diberikan kepada lima kitab itu. Misalnya:

Kitab suci tidak hanya menceritakan Musa dengan kata ganti orang ketiga, tetapi lebih dari itu dia memberikan banyak kesaksian mengenai dirinya, seperti: "TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka" (Keluaran 33:11), "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi" (Bilangan 12:3), "Maka gusarlah Musa kepada para pemimpin tentara itu" (Bilangan 31:14), "Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN" (Ulangan 34:5).

Lain halnya dengan gaya penuturan di kitab Ulangan yang memuat hukum yang diterangkan oleh Musa kepada rakyat dan sebelumnya dia tulis sendiri. Musa menggunakan gata ganti orang pertama ketika menceritakan hal-hal yang dia lakukan. Misalnya dia mengatakan, "...seperti yang difirmankan TUHAN kepadaku." (Ulangan 2:1). "...aku mohon kasih karunia dari pada TUHAN..." (Ulangan 3:23). Kecuali di bagian akhir dari kitab ini. Setelah menyampaikan kata-kata Musa, menceritakan bagaimana dia menyampaikan hukum syariat yang telah dia jelaskan secara tertulis kepada rakyat kemudian memberi peringatan terakhir dan tidak lama kemudian mati, sang penulis kitab ini masih belurr berhenti.

Semua itu, yakni cara berbicara, kesaksian­kesaksian dan seluruh kumpulan kisah itu mengundang keyakinan bahwa Musa tidak pernah menulis kitab-kitab ini. Yang menulisnya adalah orang lain.

Harus kita sebutkan juga bahwa penuturan ini tidak hanya menceritakan kematian Musa, penguburannya dan berkabung selama tiga puluh hari saja tetapi juga menuturkan keunggulan Nabi Musa as. jika dibandingkan dengan nabi-nabi Yahudi lain yang datang setelahnya. "Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang banqkit di antara orang Israel..."(Ulangan 34 : 10) Tentu saja kesaksian ini tidak mungkin diberikan oleh Nabi Musa as. sendiri atau bahkan oleh orang yang datang langsung setelahnya.

Kesaksian seperti ini selayaknya datang dari orang yang hidup berabad-abad setelah beliau dan telah membaca kisah nabi­ nabi Bani Israel yang diungguli oleh Nabi Musa itu. Bahkan penutur kisah itu menggunakan ungkapan yang sangat jelas, yaitu: "...tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel" (Ulangan 34:10). Sedang mengenai kuburannya, "...dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini"(Ulangan 34:6).

Nama sebagian tempat yang tersebut dalam kitab Taurat belum dipakai pada masa Nabi Musa as. tetapi baru digunakan jauh setelah itu. Misalnya kisah Nabi Ibrahim as. yang mengejar musuh-musuhnya hingga kota Dan (Kejadian 14 : 14). 8) Nama ini baru dipakai jauh setelah kematian Yosua bin Nun, pembantu dan khalifah Nabi Musa as. Sedang nama aslinya adalah Lais (Hakim-hakim 18 : 29).

Kisah yang dituturkan dalam Taurat terkadang terus berlanjut hingga setelah kematian Nabi Musa as. Misalnya dalam kitab Keluaran disebutkan bahwa orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan (Keluaran 16:35). Padahal masa ini adalah masa yang dituturkan oleh kitab Yosua (Yosua 5 : 12).

Kitab Kejadian juga menuturkan, "Inilah raja-raja yang memerintah di tanah Edom, sebelum ada seorang raja memerintah atas oranq Israel" (Kejadian 36 : 31). Tidak diragukan lagi bahwa penutur kisah ini berbicara tentang raja-raja yang memerintah orang-orang Edom sebelum ditaklukkan oleh Nabi Daud as. (II Samuel 8 : 14).

Dari semua catatan ini terlihat jelas, sejelas siang, bahwa Musa tidak pernah menulis lima kitab itu. Sebaliknya, kitab-kitab itu ditulis oleh orang yang hidup berabad-abad setelahnya. Namun demikian, jika mau, silakan cari dengan lebih teliti kitab-kitab yang ditulis oleh Musa sendiri dalam lima kitab itu. Pertama-pertama, dalam Keluaran (17:14) diceritakan dengan pasti bahwa Musa menulis sesuatu tentang perang melawan Amalek atas perintah Allah, tetapi tidak disebutkan kitab apa yang ia tulis itu. Namun, dalam kitab Bilangan (21:14) disebutkan adanya suatu kitab yang bernama Peperanqan Tuhan yang sudah barang tentu memuat perang melawan Amalek dan seluruh proses pembuatan kemah yang menurut kesaksian penulis lima kitab di dalam kitab Bilangan (33:2) bahwa Musa telah menyampaikannya secara tertulis.

Read More...

Metode Tafsir Bibel (2)

Sekarang akan dipaparkan secara ringkas bagaimana dalam keadaan yang seperti ini pikiran para nabi juga bisa dipahami melalui sejarah kritis kitab suci. Dalam hal ini kita harus mulai dari elemen-elemen yang pal ing umum, yaitu pertama-tama kita harus bertanya apa itu nabi, apa itu wahyu dan kandunqan utamanya dan apa itu mukjizat. Demikianlah kita telah memulai dengan hal-hal yang paling umum. Dari situ kita turun ke pembahasan yang sedikit lebih khusus yaitu pikiran-pikiran setiap nabi dan selanjutnya berturut-turut kita akan sampai kepada makna setiap wahyu yanq turun kepada seorang nabi, setiap penuturan dan setiap mukjizat.

Sebelum ini sudah kita jelaskan dengan banyak contoh sikap hati-hati yang harus kita ambil untuk menghindari kemungkinan tercampurnya pikiran para nabi dengan pikiran para penutur dari satu sisi, serta pikiran roh kudus dan kenyataan yang sebenarnya dari sisi lain. Untuk itu kita tidak perlu menjelaskan lagi di sini. Tetapi ada satu hal yang harus kita perhatikan tentang makna wahyu, yaitu metode kita hanya mengajarkan bagaimana membahas hal-hal yang betul-betul dilihat dan didengar oleh para nabi, bukan hal-hal yang ingin mereka ungkapkan atau permisalkan dengan gambaran-gambaran inderawi. Hal-hal ini hanya bisa diduga-duga dan tidak bisa disimpulkan dari data data utama kitab suci.

Demikianlah kita telah memaparkan metode penafsiran kitab suci. Dalam waktu yang sama juga telah membuktikan bahwa metode itu adalah satu-satunya cara yang bisa digunakan. Dan ternyata juga merupakan cara yang meyakinkan untuk mengetahui maknanya yang hakiki. Kendati begitu kami tetap mengakui bahwa orang-orang yang mendengarkan perkataan atau penjelasan yang sebenarnya dari para nabi secara langsung, seperti yang diakui oleh Kaum Farisi, atau yang mempunyai paus yang maksum (tidak pernah salah) dalam menafsirkan kitab suci, seperti umat Katolik Roma ini mempunyai keyakinan yang lebih besar. Hanya saja, karena kita tidak bisa membuktikan kebenaran perkataan itu, juga tidak bisa membuktikan keabsahan otoritas paus, kita tidak bisa menjadikan keduanya sebagai landasan sama sekali.

Bahkan umat Kristen generasi pertama mengingkari otoritas itu, sebagaimana sekte Yahudi terlama juga menolak tradisi ini. Jika kita memperhatikan jumlah tahun di mana orang-orang Farisi mentransmisikan dari imam-­imam mereka (belum yang lain), yaitu jumlah yang menyatakan bahwa tradisi ini bermula dari Nabi Musa kita mendapatkan kesalahan dalam hitungan, sebagaimana akan jelaskan dalam tempat lain. Atas dasar ini, kita harus meragukan tradisi ini sejauh mungkin. Sementara itu ada tradisi Yahudi lain menurut metodologi kita harus diduga terbebas dari pemalsuan. Tradisi itu adalah makna kata-­kata Ibrani karena kita dapatkan dari mereka. Jika tradisi pertama mengandung keraguan, makna kata-kata itu tidak bisa dirasuki oleh keraguan apa pun. Hal itu karena seseorang tidak bisa meraih keuntungan dari penggantiar makna kata, sementara itu sering kali mempunyai kepentingan dalam mengganti makna teks. Di samping itu, penggantian pertama juga sangat sulit.

Orang yang ingin mengganti makna suatu kata dalam suatu bahasa dia harus menjelaskan semua orang yang menulis dalam bahasa ini dan semua orang yang menggunakan kata ini dalam maknanya yang turun-temurun sesuai dengan pola pikir dan wawasan masing-masing mereka. Atau jika tidak, maka dia harus membuktikan kepalsuan mereka dengan sangat hati hati. Selain itu, bahasa juga terus tersimpan di kalangan orang awam dan kalangan ulama, sementara para ulama saja yang menyimpan makna teks-teks kitab suci itu. Dengan demikian kita bisa membayangkan dengan mudah kemungkinan para ulama untuk mengganti atau menyelewengkan makna teks dalam buku langka yang hanya ada pada mereka.

Sementara itu mereka tidak mungkin mengubah makna kata. Masih ada satu hal lagi, yaitu jika seseorang ingin mengubah makna suatu kata yang sudah biasa dia pakai, tidak akan mudah baginya untuk mematuhi makna baru itu dalam semua perkataan dan tulisan selanjutnya. Karena alasan itu semua, kita yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak akan mungkin terdetik dalam benak seseorang untuk mengubah bahasa, sementara itu sangat sering terjadi distorsi pemikiran penulis dengan cara mengubah atau menyalahtafsirkan teks.

Jadi, selama metode kita -yang bertumpu pada kaedah yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang kitab suci itu harus diambil dari kitab suci itu sendiri- adalah metode satu-satunya dan memang benar, kita tidak boleh menggantungkan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak diberikan oleh metode itu kepada metode lain demi mendapatkan pengetahuan menyeluruh tentang kitab suci.

Selanjutnya, kesulitan apa saja yang menghadang metode ini atau apa saja kekurangannya hingga bisa memberikan pengetahuan yang menyeluruh dan meyakinkan? Pertanyaan inilah yang akan kita jawab sekarang.

Pertama, ada kesulitan besar yang timbul karena metode ini menuntut pengetahuan yang sempurna tentang bahasa Ibrani. Mana pengetahuan kita tentang bahasa itu? Para ahli bahasa Ibrani terdahulu sama sekali tidak meninggalkan sesuatu yang berkaitan dengan dasar-dasar dan kaedah-kaedah yang melandasi bahasa ini. Atau paling tidak semua dasar dan kaedah yang mereka tinggalkan itu sudah tiada pada kita lagi. Tidak ada kamus, tidak pula buku tata bahasa atau retorika. Umat Yahudi benar-benar telah kehilangan sesuatu yang bisa membuat mereka terhormat dan bangga kecuali beberapa cuil bahasa dan sastra mereka saja.

Hal ini tidaklah mengherankan jika kita memperhatikan banyaknya bencana dan penindasan yang menimpa umat itu. Misalnya, nama buah-buahan, burung, ikan dan banyak nama lain banyak hilang ditelan waktu. Arti kata benda dan verba yang kita temukan dalam Taurat pun juga banyak yang hilang, atau paling tidak dipersilihkan. Arti-arti itu perlu kita ketahui. Demikian juga dengan struktur-struktur khusus yang ada dalam bahasa ini. Tapi ng hampir seluruh ungkapan dan struktur khusus yang digunakan oleh orang-orang Ibrani itu telah dicabut dari ingatan manusia. Oleh karena itu kita tidak bisa, dengan seenak hati, mencari arti setiap kata menurut pemakaian yang berlaku dalam bahasa ini.

Sebaliknya, kita banyak mendapatkan ungkapan yang dirangkai dari kata­kata yang betul-betul terkenal, tetapi artinya sangat kabur, tidak bisa diketahui sama sekali. Selanjutnya, selain pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani itu tidak bisa dicapai, struktur dan karakter bahasa itu juga menimbulkan masalah tersendiri. Di dalamnya banyak sekali kata yang ambigu hingga membuat kita mustahil untuk menemukan suatu jalan yang bisa menentukan arti teks-teks kitab suci secara pasti. Di samping sebab-sebab umum yang dipunyai oleh semua bahasa, bahasa Ibrani mempunyai sebab-sebab khusus yang menimbulkan banyak kata yang artinya tidak jelas itu. kira sebab-sebab itu perlu kita sebutkan di sini.

Pertama, kerancuan dan ketakjelasan arti teks dalam Taurat itu seringkali timbul dari digantinya huruf dalam kata dengan huruf lain yang mempunyai makhraj (artikulasi) yang sama. Orang-orang Ibrani membagi huruf­huruf abjad mereka ke dalam lima kelompok makhraj, sesuai dengan lima organ mulut yang digunakan untuk mengucapkannya, yaitu: dua bibir, lidah, gigi, tenggorokan dan pangkal tenggorokan. Misalnya, huruf (ahlef, Arab: alif), (jimel Arab: jim), (ayen, Arab: 'ain), (heh, Arab: ha') dinamai huruf-huruf tenggorokan. Seringkali salah satu dari huruf-huruf itu dipakai untuk mengganti yang lain seolah tidak ada bedanya. Paling tidak menurut yang kita tahu. Atas dasar ini kata (a-I) yang berarti "ke" dipakai untuk mengganti kata (`a-I) yang berarti di atas. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu seringkali ada sebuah kalimat yang tersusun dari kata-kata yang tak jelas artinya atau malah sekadar suara tanpa arti.

Sebab kedua dari ketakjelasan arti itu adalah banyaknya arti dari satu kata penghubung atau kata keterangan. Misalnya huruf (vav, Arab: waw) bisa dipakai untuk menghubungkan sekaligus memisahkan dua kata. Dengan demikian bisa berarti: dan, karena, meski begitu atau ketika itu...demikian seterusnya.

Ada sebab ketiga yang menimbulkan banyak ketakjelasan arti itu, yaitu bahwasanya verba dalam bahasa Ibrani tidak mempunyai bentuk yang menerangkan masa sekarang, masa lalu masih berlangsung, masa lalu sudah lewat dan masa-masa lain yang biasa terdapat dalam bahasa-bahasa lain. Sebetulnya ada kaedah-kaedah yang disimpulkan dari dasar-dasar bahasa ini yang bisa mengganti keterangan waktu dan bentuk-bentuk yang kurang dengan mudah. Bahkan mempunyai muatan retorika yang tinggi. Tapi ng para penulis terdahulu mengabaikannya sama sekali. Mereka pun memakai verba untuk masa depan untuk menunjukkan masa lalu dan masa kini tanpa pembedaan. Sebaliknya mereka juga menggunakan verba masa lalu untuk masa depan. Akhirnya kata dan ungkapan yang tak jelas artinya itu pun timbul dalam jumlah yang banyak sekali.

Selain tiga sebab ini, masih ada dua sebab lagi yang lebih penting. Pertama, orang-orang Ibrani tidak mempunyai huruf yang berfungsi sebagai hidup. Kedua, mereka tidak terbiasa memenggal perkataan tertulis mereka atau menekankan suatu arti dengan tanda baca. Tidak diragukan lagi bahwa dua kelemahan ini bisa ditutupi dengan pembubuhan titik dan harakat. Hanya saja kita tidak boleh mempercayai dua sarana ini, karena yang membuat dan menggunakannya adalah ahli bahasa yang datang jauh kemudian. Dengan demikian otoritas mereka tidak ada nilainya sama sekali. Adapun para pendahulu menulis tanpa titik (maksudnya tanpa huruf hidup atau harakat). Banyak bukti yang menyatakan bahwa titik-titik itu dibuat pada masa yang jauh kemudian. Yaitu ketika orang-orang sudah membutuhkan penafsiran Taurat.

Dengan demikian, titik-titik yang ada sekarang, demikian juga dengan harakat tidak lain kecuali tafsir-tafsir baru yang tidak boleh kita percayai begitu saja dan tidak memiliki otoritas yang melebihi tafsiran-tafsiran lain. Yang tidak mengetahui hal ini tidak akan tahu kenapa kita harus memaafkan penulis Surat I

Read More...